TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kurang dari sebulan, KPK telah mengumumkan penetapan tersangka Richard Joost (RJ) Lino sebagai tersangka terkait pengadaan Quay Container Crane (QCC) tahun 2010.
Diumumkan sebagai tersangka pada 18 Desember 2015, R.J Lino saat itu masih menjabat sebagai direktur utama PT Pelindo II.
KPK telah memanggil dan memeriksa sejumlah pihak terkait penyidikan tersebut.
Namun, alih-alih melimpahkan berkas penyidikan ke tahap penuntutan, RJ Lino bahkan hingga sekarang belum ditahan KPK.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengaku tim sudah berangkat ke Tiongkok untuk mendapat perbandingan harga terkait QCC tersebut.
"Kita coba sudah mengusahakan. Anggota juga kemarin sudah berangkat ke China juga, tapi belum ada jawaban. Kan kita harus perbandingan harga, sehingga kita tahu apa ada mark up (penggelembungan), apa ada kerugian," kata Basaria Panjaitan di Plaza Festival, Kuningan, Jumat (18/11/2016).
Basaria mengakui pihaknya perlu mempelajari kembali kasus tersebut karena penetapan RJ Lino sebagai tersangka sebelum kepemimpinan baru dibawah arahan Agus Rahardjo.
"Memang ada beberapa kasus dalam periode ini kan ada beberapa kasus yang sudah barang tentu semua harus kita pelajari kembali dan tidak semudah yang kita bayangkan untuk menyelesaikan. Makanya sekarang ini, setiap kita mau naikan tersangka, itu benar-benar alat bukti harus firm, tinggal mengajukan," tukas pensiunan inspektur jenderal Polri itu.
Sekadar informasi, KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) tahun 2010.
RJ Lino diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri karena menunjuk langsung perusahaan asal China Wuxi Huadong Heavy Machinery Co, Ltd sebagai penyedia Crane tersebut.
Atas perbuatannya Lino disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus tersebut sendiri dilaporkan mayarakat tahun 2014 ke KPK dan kemudian dilanjutkan penyelidikan oleh KPK.
Pelapor saat itu adalah para Serikat Pekerja Pelindo II melaporkan manajemen Pelindo II terkait sejumlah hal yang dianggap tidak beres.
Penyelidikan tersebut berdasarkan laporan Serikat Pekerja terkait pengadaan dua unit Quay Container Crane (QCC) untuk Pelabuhan Tanjung Priok yang dialihkan ke Pelabuhan Palembang dan Pontianak, penggunaan tenaga ahli dan konsultan yang dianggap tidak sesuai prosedur, megaproyek Kalibaru, pemilihan perusahaan bongkar muat di Tanjung Priok, serta berkaitan dengan perpanjangan kontrak perjanjian Jakarta International Container Terminal (JICT).