TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia Yudi Latif menilai langkah politik Golkar tak tepat terkait penunjukan Setya Novanto kembali menjadi Ketua DPR.
Apalagi, kata Yudi, sejumlah catatan minor yang dimiliki Novanto masih membekas di ingatan masyarakat.
Penunjukan Novanto untuk menggantikan Ade Komarudin sebagai Ketua DPR, ia khawatirkan membuat citra parlemen merosot.
“Golkar harusnya bisa menahan diri dari tindakan politik di luar koridor etika. Apalagi, situasi politik dan pemerintahan saat ini tengah diuji,” katanya dalam keterangan yang diterima, Sabtu (26/11/2016).
Dalam perjalanan, seperti diketahui, Novanto mengundurkan diri sebagai Ketua DPR sebelum Mahkamah Kehormatan Dewan membacakan vonis terkait pelanggaran etika.
Ketika itu, kasus berkutat pada praktik Novanto yang mencatut nama Presiden Joko Widodo terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Yudi mengingatkan, peristiwa tersebut masih membekas diingatan masyarakat. Kasus tersebut, sambungnya, memantik penilaian masyarakat apa yang dilakukan Novanto di luar etika penyelenggara negara.
“Kepercayaan masyarakat terhadap DPR akan semakin pudar,” katanya.
Padahal sebagai lembaga negara, Yudi mengingatkan, wibawa parlemen harus diselematkan.
“Ini (menyelamatkan wibawa DPR) harus dilakukan. Tapi dengan pergantian, persepsi masyarakat terhadap DPR akan semakin buruk,” ungkapnya. (CO/*)