Selesai menjenguk beliau, aku pun langsung membaca isinya pelan-pelan..
Dear Indi,
Ibu sekarang di ruangan bersama dua orang yang lain. Lumayan, tidak banyak orang dalam satu kamar.
Ibu masih melayang-layang, memikirkan hari demi-hari. Ibu masih berfikir apa kehendak Tuhan, ibu berada disini.
Tampaknya adaptasi fisik bukanlah masalah yang sulit untuk ibu. Bahkan ibadah ibu semakin terjaga. Ibu ingat bila diluar sana, alangkah banyak waktu yang sia-sia dalam ibadah. Keduniawian memang menyilaukan. Seolah-olah kita akan hidup seribu tahun padahal sewaktu-waktu kita bisa meninggalkannya begitu saja.
Ibu belajar banyak hal disini.
Dunia seperti berhenti, dan ibu pun harus ikut berhenti, tidak ada yang bergerak. Daunpun tidak bergoyang karena angin juga berhenti. Hanya nafas yang masih terus hadir di antara detak jantung yang tidak pernah berhenti.
Ibu masih hidup, Indi..
Aah, bahkan irama jantung ibu tidak teratur. Memang sebelumnya ibu sudah lama memiliki riwayat Atrial Fibrilasi, yang tadinya bersifatparoxysmal, tetapi menjadi permanen di dua tahun terakhir.
Indi..
Hari ini, satu bulan penuh ibu ada di Pondok Bambu, suatu pengalaman yang sangat luar biasa.
Ibu membayangkan Bung Karno yang pernah diasingkan di Bengkulu. Ibu juga membayangkan Pak Hatta yang diasingkan di Papua. Memang menyakitkan. Tetapi mereka lebih beruntung karena mereka adalah tahanan politik yang berjuang untuk bangsanya. Sedangkan ibu, dikriminalisasikan seperti sekarang ini.
Kadang ibu tidak percaya bahwa keadilan di negeri ini bisa dipermainkan seperti ini. Ibu juga tidak percaya bahwa hukum di negeri ini bisa diperjualbelikan seperti jual beli barang rongsokan. Sangat memalukan.
Ibu sedih mengalami hal ini, tetapi lebih sedih lagi melihat kehancuran politik negeri kita sekarang ini. Ibu masih mengikuti beritanya di televisi.