TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menuntut mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur La Nyalla Mattalitti, enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidier enam bulan kurungan.
Ditemui usai persidangan, La Nyalla menanggapi santai tuntutan tersebut.
Dia menilai banyak pertimbangan dari JPU yang tidak sesuai dengan fakta persidangan.
Termasuk soal dana hibah yang telah ia kembalikan secara bertahap.
Baca: Jaksa Tuntut La Nyalla 6 Tahun dan Bayar Uang Pengganti Rp 1,1 Miliar
Namun JPU menganggap pengembalian dana tersebut tidak sah karena dilakukan dengan tanggal mundur dan baru dibuat dengan bukti meterai tahun 2014.
"Masalah pengembalian uang sudah jelas, meterai juga sudah jelas. Tapi nanti akan kami sampaikan di pledoi saja," kata La Nyalla di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Usai pembacaan tuntutan, mantan Ketua Umum PSSI tersebut bangun dari kursi terdakwa lalu menyalami majelis hakim dan jaksa penuntut umum.
Baca: Hadiri Sidang La Nyalla, Wakil Ketua KPK Yakin Hakim Independen
Wajah penuh senyum La Nyalla, terus mengembang saat menanggapi pertanyaan awak media.
Bahkan dia sempat bergaya saat wartawan mengabadikan gambarnya.
Diketahui La Nyalla didakwa merugikan negara dengan memperkaya diri sendiri sebesar Rp1,105 miliar.
Ia melakukan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan membeli 12 juta lebih lembar saham senilai Rp5,35 miliar.
"Menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama seperti dakwaan subsidier," kata jaksa Didik Farkhan saat membacakan tuntutan.
La Nyalla dituntut dengan dakwaan subsidier pasal 3 juncto pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHP juncto pasal 65 KUHP.
Dia dianggap terbukti menyalahgunakan wewenang dengan mengembalikan dana hibah menggunakan bukti kuitansi yang seolah-olah dibuat tahun 2012.
Padahal meterai yang digunakan dalam bukti tersebut adalah cetakan tahun 2015. Hal itu diduga untuk menutupi kesengajaan penyalahgunaan dana hibah Kadin Jawa Timur.
Dana hibah itu, kata jaksa Didik, mestinya digunakan sesuai proposal untuk program akselerasi antarpulau, penguatan kegiatan UMKM, dan pengembangan pusat bisnis di Jawa Timur.
Pemberian dana hibah tahun 2012 itu juga tidak tercatat dalam buku kas Kadin Jawa Timur dan tidak disimpan dalam brankas.
Jaksa Didik juga menuturkan, La Nyalla dianggap tak memenuhi unsur dalam dakwaan primer pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) KUHP juncto pasal 65 KUHP. Oleh karena itu, JPU menuntut majelis hakim membebaskan La Nyalla dari dakwaan tersebut.