TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua dari tujuh tersangka kasus bom molotov di Gereja Oikumene Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur pada 13 November lalu, yakni RPP (15) dan GAP (16) hari ini dilimpahkan ke Kejaksaan Agung untuk selanjutnya siap disidangkan.
"Kasus bom Samarinda tersangkanya ada tujuh, yang menarik dua diantaranya anak-anak, RPP dan GAP. Kami sangat prihatin," ujar Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar, Rabu (30/11/2016) di Mabes Polri.
Boy Rafli Amar melanjutkan karena mereka masih anak-anak, maka proses peradilannya berdasarkan pada UU Sistem Peradilan Pidana anak.
"Meski dikenakan UU Terorisme, tapi karena mereka anak-anak, penanganannya khusus. Tangkap 1x24 jam, tujuh hari diperiksa dan sebelum 120 hari mereka harus langsung dilimpahkan ke JPU," ujar Boy Rafli Amar.
Lebih lanjut, Boy Rafli Amar menuturkan tersangka GAP adalah anak dari tersangka kasus yang sama bernama Joko Sugito.
Joko Sugito sendiri adalah tokoh JAD di Kalimantan Timur yang ditunjuk berdasarkan pertemuan JAD se-Indonesia pada 2015 lalu di Batu, Malang.
"GAP, anaknya Joko Sugito. Dimana oleh Joko Sugito, GAP sempat disekolahkan di Pospes Inbu Masud di Bogor milik Aman Abdurahman. Menurut informasi sampai saat ini pospes itu masih beroperasi," ujar Boy Rafli Amar.
Untuk diketahui, dalam kasus ini, Densus 88 menetapkan tujuh tersangka, mereka yakni Juhanda (33), Supriadi, GA (16), RP (17), Ahmadani (18), Ragmad (33), dan Joko Sugito.
Ketujuh tersangka ini adalah jaringan JAD di Kalimantan Timur yang diketuai oleh Joko Sugito.
Kini lima tersangka yang usianya dewasa masih ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Atas peristiwa ini, tercatat ada empat korban yang seluruhnya adalah balita.
Satu korban meninggal dunia setelah menjalani perawatan.
Sementara tiga korban lagi masih menjalani perawatan di rumah sakit.