TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Sirra Prayuna, bingung dengan proses hukum kliennya yang dirasa terlalu cepat.
Penyidik Bareskrim Polri melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan Agung pada Jumat (25/11/2016).
Sedianya, jaksa peneliti butuh waktu 14 hari untuk mempelajari berkas perkara untuk menilai apakah sudah lengkap atau akan dikembalikan untuk dilengkapi.
Ternyata, hanya berselang empat hari kerja, Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa berkas Ahok dinyatakan lengkap atau P21.
"Saya kira ini proses yang supercepat. Perkara ini adalah catatan akhir tahun perkara tercepat dalam proses penegakan hukum kita," ujar Sirra kepada Kompas.com, Rabu (27/11/2016).
Bergulirnya proses hukum terhadap Ahok terhitung cepat. Penyelidikan kasus ini dimulai sejak 6 Oktober 2016 dengan 13 laporan polisi yang masuk.
Kemudian, penyidik memutuskan untuk menaikkan status ke tingkat penyidikan pada 16 November 2016 dan menetapkan Ahok sebagai tersangka.
Berkas perkara dilimpahkan pada Jumat lalu dan hari ini dinyatakan lengkap oleh jaksa.
Sirra mempertanyakan apakah proses ini bergulir murni atas pertimbangan hukum atau ada tekanan pihak lain.
Ia mengatakan, penanganan perkara hukum apa pun tak bisa diintervensi oleh siapa pun.
"Negara kita adalah negara hukum. Tidak boleh negara lalai dengan berbagai bentuk tekanan," kata Sirra.
Jika intervensi itu kuat, Sirra khawatir sampai proses pengadilan pun hakim tidak independen.
Hakim yang semestinya memutus perkara dengan berbagai fakta bersidangan, tetapi ada tekanan publik, maka menggeser norma keadilan tersebut.
"Semua pihak, saya berharap, hormati proses penegakan hukum. Setiap warga negara harus punya perlakuan hukum yang sama, tidak boleh diskriminasi," kata Sirra.