TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Musisi Ahmad Dhani beranggapan penangkapan dirinya pada Jumat (2/12) dini hari merupakan pengalaman seru. Ia juga memberi istilah penangkapannya serupa dengan penangkapan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Ya kronologisnya seperti penangkapan PKI lah. Seru," kata Ahmad Dhani saat keluar dari lokasi pemeriksaan, Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Sabtu (3/12) dini hari.
Suami Mulan Jameela tersebut menuturkan dirinya diberondong pertanyaan seputar jumpa pers tanggal 1 Desember, dan kegiatan 30 November di rumah Rachmawati Soekarnoputri. Dhani menyangkal terlibat aksi makar.
"Nggak ada (makar). Jadi memang meeting (rapat) di rumah Mbak Rachma (Rachmawati Soekarnoputri)," katanya.
Mengenai jumpa pers 1 Desember 2016, ia menyatakan terkait demo di gedung DPR dan tuntutan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Gubernur Nonaktif DKI Jakarta.
Ahmad Dhani menambahkan perannya adalah menjaga keselamatan Rachmawati Soekarnoputri dan Lily Wahid (adik kandung mantan Presiden Gus Dur).
"Jadi dalam berita acara pemeriksaan (BAP) saya sebutkan tugas saya menjaga keselamatan Ibu Rachma dan Lily Wahid," katanya.
Ahmad Dhani sebelumnya ditangkap tim Polda Metro Jaya di Hotel Sari Pan Pasific, Jl Thamrin, Jakarta, Jumat. Selain dirinya, ada sembilan orang lain yang ditangkap di tempat berbeda.
Dhani optimistis tak akan lagi diperiksa lagi oleh penyidik. Alasannya, tuduhan terhadap dirinya terkesan dipaksakan.
"Saya yakin nggak ada ya, karena panetapan tersangka pun kayaknya agak dipaksakan. Dalam pasal 107 KUHP yang dimaksud menggulingkan kekuasaan itu (makar) itu melalui cara inkonstitusional," kata Dhani.
Menolak pemeriksaan
Ketua Dewa Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Habiburokhman mempertanyakan sikap Polri yang melakukan penangkapan terhadap beberapa orang lanjut usia (lansia) atas tuduhan makar.
"Mereka rata-rata sudah masuk usia 65 tahun sampai lebih dari 70 tahun. Secara kekuatan mereka tidak akan sanggup melakukan makar," ungkap Habiburokhman.
Sedang Juru Bicara Rachmawati Soekarnoputri, Teguh Santoso, mengisahkan tindakan penangkapan yang dilakukan polisi terhadap kliennya yang dirasa kurang etis.