TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mayjen (Purn) Kivlan Zein ditangkap polisi dengan tuduhan melakukan makar terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres M Jusuf Kalla.
Kivlan berkisah dirinya dulu saat bertugas di Kostrad juga menangkapi aktivis, mantan menteri hingga jenderal yang hendak melakukan makar pada pemerintahan BJ Habibie. Karena itu, saat ditangkap 20 polisi pun ia tak banyak melawan. Justru ia menertawakan kinerja polisi yang menganggapnya melakukan makar.
Berikut penuturan Kivlan Zein:
Begini ceritanya, Jumat (2/12) sekitar jam 4.45 WIB, selesai solat (Subuh) saya persiapan mau ke Monas. Karena rencananya saya mendampingi Habib Rizieq (Shihab). Kemanapun Habib Rizieq (pergi), saya akan dampingi. Kalau terjadi apa-apa dengan Habib Rizieq saya bisa bantu. Itu sudah prosedurnya, baik (aksi) di 411 maupun rencana di 212.
Saya sudah siap berangkat, pakai baju koko, kopiah haji, pakai syal putih. Pas mau berangkat, tiba-tiba pintu rumah saya digedor barengan sama pembantu rumah. Mereka langsung (masuk) sekitar 20 orang masukl menyerbu. Di depan pintu rumah saya, sudah ada tiga orang.
Dalam hati, ada apa ini. Oh, langsung saya berpikir, pasti seperti yang ditulis di Posmetro nih, masalah makar. Saya tenang aja, karena masih masalah ini. Jadi saya sudah tahu bahwa dari berita itu, bahwa polisi sudah menargetkan saya.
Anak saya juga sudah cerita, karena temannya banyak di polisi. Saya juga kaget waktu dikasih tahu, tapi itu sudah sebulan lalu.Tapi enggak apa-apa. Kalau saya ditarget karena korupsi, mencuri ayam, narkoba, saya malu lah.
Tapi, kalau saya jadi target politik, saya enggak malu. Kalau dibilang makar, saya tidak pernah berencana makar, saya enggak rencana untuk mengganti pemerintahan. Cuma, memang saya keras mengkritik pemerintah.
Seperti masalah manajemen pemerintah bidang ideologi dan budaya, tentang UUD 1945 saya kritik.
Setelah (polisi) datang, saya silakan duduk. Lalu dikasihkan surat perintah penggeledahan rumah. Setelah saya baca, silakan. Saya bilang, mana kalau ada senjata ambil saja, kalau ada granat ambil saja. Kalau ada dokumen rancangan tuk makar, silakan (ambil).
Lalu dibuka-buka semuanya, tiket-tiket selama 5-10 tahun terakhir dibukain, dicari ada enggak catatan saya. Ya enggak ada catatan saya.
Di surat-surat yang dibuka enggak ada rancangan makar. Tapi tulisan saya tentang masalah UUD 45 dan kenegaraan, saya banyak.
Yah saya lakukan saja. Saya duduk. Lalu, saya mau dibawa. Saya bilang tunggu dulu, saya ini masih tentara cadangan. Tentara cadangan itu kena KUHP-T, bukan KUHP, kalau ada masalah pidana.
Kalau saya dapat masalah pidana ini, mesti polisi militer yang datang ke saya. Tiba-tiba muncul polisi militer berpangkat Kapten dari Kodam. Yah sudah, kalau begitu saya mau ikut.