TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama memandang dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya tidak tepat.
Trimoelja D Soerjadi, penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama, mengungkap sejumlah alasan mengapa majelis hakim harus menolak dakwaan JPU tersebut.
"Surat dakwaan dianggap prematur karena tak dilalui mekanisme peringatan keras," ujar Trimoelja saat membacakan eksepsi atau keberatan atas dakwaan JPU di bekas gedung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (13/12/2016).
Kemudian, dia menilai surat dakwaan melanggar ketentuan Lex Specialis Derogat Lex Generalis. Prinsip itu menyebut aturan hukum yang bersifat khusus harus mengesampingkan aturan hukum yang bersifat umum.
"Berdasarkan pasal 1, 2, dan 3 UU 1/PNPS 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Pasal 2 ayat 1 beleid itu berbunyi, barang siapa melanggar pasal satu diberikan perintah atau peringatan untuk menghentikan perbuatannya," kata dia.
Selain itu, dia mengklaim, surat dakwaan tak menjelaskan akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama. Kemudian di dalam dakwaan tak dijelaskan siapa subjek korban.
"Surat dakwaan tak menjelaskan ada akibat yang dilakukan oleh saudara Basuki Tjahaja Purnama. Dalam dakwaan tidak dijelaskan siapa sebenarnya subjek korban," ujarnya.
Atas dasar itu, dia mengharapkan supaya majelis hakim menolak seluruh dakwaan jaksa tersebut.
"Kami mohon agar majelis hakim menolak seluruh dakwaan jaksa," tambahnya.