TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kantor PT Melati Technofo Indonesia (PT MTI) tutup pasca-bos perusahaan tersebut, Fahmi Darmawansyah, ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan menjadi buronan KPK.
Kantor PT MTI di Jalan Tebet Timur Dalam Raya nomor 95A, Jakarta Selatan, tak beroperasi sejak Jumat (16/12/2016) pagi.
Pantuan Tribunnews.com, kantor PT MTI yang bergerak di bidang IT dan Telekomunikasi hanya menempati bangunan ruko empat lantai.
Luas bangunan sekitar 6x20 meter persegi. pintu kantor berbentuk rolling door warna krem tampak ditutup.
Selain itu, tidak tampak pita garis KPK di depan kantor tersebut kendati berkaitan dengan kasus dugaan korupsi.
Menurut beberapa warga dan petugas keamanan sekitar, kantor PT MTI tak beroperasi sejak Jumat pagi.
"Kemarin masih buka. Nah, baru hari ini kantornya tutup. Biasanya buka Senin sampai Sabtu. Enggak tahu kenapa tutup, mungkin karena ada kasus yang di KPK kemarin," ujar warga setempat yang enggan disebutkan namanya.
Menurutnya, PT MTI menempati ruko tersebut sebagai kantor sejak lima tahun lalu.
Mulanya, ada puluhan karyawan yang bekerja di kantor tersebut.
Namun, belakangan karyawan di kantor tersebut hanya belasan orang.
"Biasanya ada satu dua karyawan dan OB yang menginap di dalam kantor. Kantornya sekarang enggak pakai satpam. Tadinya yang jaga anggota TNI AU," ujarnya.
"Dulu-dulu biasanya mobil tamu-tamu yang datang ke kantor ini juga banyak, pada parkir berjajar di pinggir jalan ini. Sebagian mobil mewah," sambungnya.
Seperti diberitakan, pihak KPK menangkap empat orang dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) praktik suap di dua lokasi di Jakarta, Rabu (14/16/2016).
Mulanya, Deputi Deputi Informasi, Hukum dan Kerjasama (Deputi Inhuker) Bakamla, Eko Susilo Hadi, dua pejabat PT MTI, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, ditangkap di kantor lama Bakamla, Jalan Dr Soetomo, Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Ketiganya ditangkap seusai serah terima uang dalam bentuk Dolar Amerika Serikat dan Dolar Singapura senilai Rp 2 miliar.
Mobil baru merk All New Fortuner seri VRZ milik Eko Susilo Hadi turut disita petugas.
Selanjutnya, petugas KPK menangkap DSR di Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat.
Namun, berikutnya pihak KPK melepaskan DSR karena belum cukup bukti keterlibatannya.
Pihak KPK melansir, pemberian uang Rp2 miliar kepada Eko Susilo Hadi diduga suap atas bantuan pemenangan lelang proyek pengadaan Satelit Monitoring Bakamla senilai Rp 200 miliar.
Eko Susilo Hadi sempat merangkap jabatan sebagai Deputi Inhuker dan Pelaksana tugas Sekretaris Utama (Plt Sestama) Bakamla atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) saat pengadaan barang tersebut.
Pemberian uang Rp2 miliar itu dari pihak PT MTI ke pejabat Bakamla itu adalah uang muka atas kesepakatan atau 'deal' commitmen fee 7,5 persen atau sebesar Rp15 miliar dari nilai proyek Rp200 miliar.
Selain Eko Susilo Hadi, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus; pihak KPK juga menetapkan Direktur Utama PT MTI, Fahmi Darmawasyah, sebagai tersangka pemberi suap.
Sebab, Fahmi selaku bos PT MTI diduga kuat sebagai otak dan donatur pemberian suap kepada pejabat Bakamla, Eko Susilo Hadi.
Namun, pihak KPK belum bisa melakukan menangkap dan menahan Fahmi Darmawansyah.
Sebab, pengusaha yang belakangan dikabarkan suami dari aktris Inneke Koesherawati itu berada di Singapura.