TRIBUNNEWS.COM, JATINANGOR - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa pihaknya akan terus berkomunikasi dengan KPK atas kasus operasi tangkap tangan salah satu pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Menurut Gatot, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan KPK jika memang diduga ada keterlibatan oknum TNI dalam kasus itu.
"Jadi begini, prosedurnya apabila diperiksa, maka nanti KPK akan koordinasi, antara penyidik (KPk) dengan penyidik (militer). Nah baru nanti kita tindak lanjuti," ujar Gatot di Kampus IPDN, Jatinangor, Jumat (16/12/2016).
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menjalin kerja sama dengan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI tekait operasi tangkap tangan Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama sekaligus Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut, Eko Susilo Hadi.
Kerja sama tersebut untuk mengusut mengenai dugaan keterlibatan oknum TNI dalam kasus suap pengadaan alat monitoring satelit 2016 sumber pendanaan APBN-P 2016.
"KPK juga berkomunikasi dengan Puspom TNI terkait dugaan oknum TNI," kata Wakil Ketua KPK La Ode Muhammad Syarif di kantornya, Jakarta, Kamis (15/12/2016).
Menurut Syarif, pihaknya dan TNI menjalin komunikasi yang sangat baik dan TNI siap mendukung KPK apabila membutuhkan pengamanan terkait pengusutuan kasus tersebut.
Dalam penanganan tersebut, apabila ditemukan keterlibatan pihak militer, akan langsung ditangani Puspom TNI. Hal itu disebabkan TNI memiliki undang-undang sendiri dan tidak tunduk kepada UU KPK.
"Militer di peradilan militer, kami koordinasi dengan pihak POM TNI untuk menentukan langkah-langkah berikutnya kalau dalam bukti-bukti yang ada kalau ada TNI yang terlibat kami akan serahkan ke POM TNI," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan jika Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan proyek tersebut adalah dari unsur TNI. PPK tersebut adalah perwira tinggi TNI Angkatan Laut yang berpangkat laksamana pertama atau bintang satu.
Pada kasus tersebut, KPK menetapkan empat tersangka. Tiga tersangka dari unsur swasta adalah Direktur PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah, dua pegawai PT Melati Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Sementara tersangka dari unsur Bakamla adalah Eko Susilo Hadi. Eko berasal dari unsur Kejaksaan. Edi Susilo dijanjikan 7,5 persen dari nilai proyek Rp 200 miilar atau sekitar Rp 15 miiar.
--