Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo harus meminta klarifikasi Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Hal itu terkait surat telegram Nomor KS/BP-21/XII/2016/DIVPROPAM.
Surat tersebut berisi imbauan kepada Kapolda mengenai kewajiban penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan, dan pengadilan untuk memperoleh izin dari Kapolri ketika memanggil anggota Polri, melakukan penggeledahan, penyitaan dan memasuki lingkungan Mako Polri.
"Hal itu menunjukkan arogansi dalam upaya melindungi anggotanya dan mempersulit penegak hukum lain bila akan memproses tindak pidana korupsi," kata peneliti ICW Aradila Caesar di Kantor ICW, Jakarta, Senin (19/12/2016).
Aradila mengatakan surat tersebut dapat dianggap sebagai upaya menghalang-halangi proses penegakan hukum dan dapat dikenakan pidana sesuai pasal 21 UU 31 Tahun 1999.
"Ini peraturan internal bisa mengatur lembaga hukum lain. Ini diluar domain kewenangan polisi," kata Aradila.
Sedangkan, Anggota YLBHI Bahrain kecewa dengan adanya surat tersebut.
Padahal, Polri harus membuat terobosan yang cepat dan sederhana.
"Di tubuh penegak hukum harus dikoreksi," kata Bahrain.
Sebelumnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian angkat suara terkait dengan surat edaran yang menyebutkan bahwa harus ada izin darinya untuk melakukan penggeledahan di Kantor Kepolisian.
Dijelaskannya, selama ini banyak anggota kepolisian yang terlibat dalam kasus hukum tertentu dan dirinya tidak mengetahui hal tersebut.
Terlebih, aparat penegak hukum lainnya seketika melakukan penggeledahan terkait dengan hukum tersebut.
"Saya pas ditanya sama media, malah saya baru tahu kalau ada yang tersangkut masalah. Makanya dari sini, kita minta sekarang," jelas Tito saat ditemui di Kampus Universitas Negeri Jakarta, Senin (19/12/2016).
Surat tersebut, lanjut Tito, dimaksudkan agar anggota polisi yang terkena masalah untuk segera melapor kepada atasannya jika tersangkut masalah hukum.