TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salah satu dosen dari Universitas Bung Karno (UBK), Aminuddin, menjadi salah satu saksi kasus dugaan makar yang diperiksa polisi pada Selasa (20/12/2016).
Ia menyesalkan surat yang dikirim salah satu tersangka dugaan makar, Sri Bintang Pamungkas, ke MPR.
Dalam surat tersebut ada beberapa poin yang disampaikan Sri Bintang, di antaranya permintaan agar mandat Presiden Joko Widodo dicabut.
Aminuddin membantah adanya pembahasan tentang mencabut mandat Presiden dalam beberapa pertemuan yang dihadiri tokoh yang kini disangkakan melakukan upaya makar.
"Nah itulah kami menyesalkan karena kami sendiri menyampaikan surat juga ke MPR yaitu gerakan save NKRI, rupanya pak Sri Bintang kirim juga," kata Aminuddin di Mapolda Metro Jaya, Selasa.
Baca: Penasehat Hukum Sri Bintang Pamungkas Berniat Laporkan Penyidik ke Propam
Menurutnya, surat yang diajukan Sri Bintang atas inisiatif pribadi dan di luar kesepakatan dalam rapat.
Aminuddin pun menjelaskan, agenda Rachmawati Soekarnoputri dalam aksi 2 Desember 2016 adalah tangkap atau penjarakan terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan mengembalikan UUD 45 sesuai dengan nasjah sebelum diamandemen.
Aminuddin menyebut dalam aksi tersebut pihaknya sudah mempunyai massa sendiri dan tidak mengajak massa aksi damai 212 di Monumen Nasional (Monas).
Pemberitahuan mengenai aksi tersebut juga telah dilayangkan kepada Kapolda Metro Jaya dan MPR.
"Rencana kan Bu Rachma datang menyampaikan petisi kemudian Ketua MPR pada tanggal 28 November ditelepon Ibu Rachma. Ketua MPR menjawab tidak bisa terima karena akan ke Monas dan nanti akan koordinasi dengan wakil-wakilnya agar menerima Bu Rachma," ucap Aminuddin.
"Rupanya teman-teman ada agenda lain misalnya menduduki MPR, sidang istimewa dan itu di luar konteks tuntutan kami. Massa kami juga di luar massa aksi damai 212, dan bukan menunggangi, sama sekali tidak. Mereka kan beda visi ngaji dzikir, dan kami ke DPR/MPR," lanjut Aminuddin.
Sama seperti beberapa saksi sebelumnya, Aminuddin ditanya penyidik soal pertemuan di UBK yang diduga membahas upaya makar.
Namun kata Aminuddin, pertemuan di UBK adalah kelanjutan dari pertemuan dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan pada 15 Desember 2015 silam.
"Jadi sebenarnya kelanjutan yang pernah kami sampaikan ke MPR tanggal 15 Desember 2015. Kalau teman ikuti kami pernah ke MPR dan diterima oleh Pak Zulkifli Hasan. Di situ ada ketua tim kajian kembali ke UUD 45, kalau gak salah dari partai Golkar," ujar dia.
Dalam pertemuan tersebut, dirinya mengakui tujuh orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar turut hadir, kecuali Kivlan Zein.
"Bu Rachma sebagai ibu banyak anak-anaknya ingin fasilitasi tempat, kemudian datanglah mereka dan sediakan tempat dan unek-unek disampaikan dan mengerucutkan ke UUD 45 asli. Kami menyampaikan ke MPR dan DPR dengan soft landing, artinya kami datang, menyampaikan petisi dan pimpinan DPR dan MPR datang menyambut," kata Aminuddin.
Penulis : Nibras Nada Nailufar