TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari Ibu yang diperingati setiap 22 Desember adalah hari dimana kebangkitan kaum perempuan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebangkitan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Berbicara tentang Hari Ibu, perlu dijelaskan kembali bahwa peringatan Hari Ibu di Indonesia mempunyai makna yang berbeda dari Peringat Hari Ibu di luar negeri atau yang sering disebut Mother’s day.
Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan peringatan Hari Ibu di Indonesia dimaksudkan untuk mewariskan nilai-nilai luhur dan semangat perjuangan yang terkandung dalam sejarah perjuangan kaum perempuan pada Kongres Perempuan pertama, kepada seluruh generasi muda, untuk mempertebal tekad dan keyakinan dalam melanjutkan perjuangan mengisi kemerdekaan dan pembangunan serta tekad untuk mewujudkan perdamaian yang dilandasi semangat persatuan dan kesatuan bangsa.
"Hakekat Peringatan Hari Ibu sejatinya merupakan momentum penggalangan rasa persatuan, kesatuan dalam kebinekaan serta membangkitkan gerakan perempuan, dimana secara historis tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia," kata Giwo dalam keterangannya, Rabu (21/12/2016).
Menurut dia, peringatan Hari Ibu diharapkan mendorong semua pemangku kepentingan untuk memberikan perhatian, pengakuan, fasilitasi dan penguatan perempuan dalam berbagai sektor serta memberikan perlindungan optimal.
"Pemerintah dan pemerintah daerah perlu menfasilitasi dan memberikan akses seluas-luasnya untuk kaum perempuan dalam peningkatan kualitas perempuan di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial-politik sebagai pilar dasar untuk kemajuan Indonesia yang ramah perempuan dan anak. Mengarusutamakan pendidikan karakter kepada seluruh elemen bangsa sebagai fondasi membangun Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya dan berdaya saing," ujar Giwo.
Demikian juga, kata dia, legislatif perlu mengambil peran memaksimalkan perlindungan perempuan termasuk maraknya kasus kejahatan seksual terhadap perempuan yang hingga kini masih menjadi masalah serius.
"Kementerian Agama RI penting melakukan serangkaian upaya melibatkan tokoh agama untuk mencegah maraknya KDRT atas nama agama, praktik perkawinan siri yang dewasa ini polanya semakin beragam dan sebagian praktik nikah sirri yang terjadi justru sebagai pintu masuk legalisasi portitusi," ujarnya.
Kementerian lainnya seperti Kementerian Koperasi dan UKM RI penting mengembangkan program ekonomi berbasis keluarga terutama diprioritaskan bagi kelompok rentan menjadi pelaku/korban nikah sirri.
Sementara Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi perlu mendorong perguruan tinggi mengembangkan program pengabdian masyarakat dengan sasaran kelompok masyarakat yang rentan melakukan nikah sirri.
"Kementerian Kesehatan perlu melakukan upaya sistemik melalui berbagai pola dan pendekatan untuk menaikkan derajat kesehatan bagi anak, perempuan dan bangsa Indonesia," ujarnya.
Selain itu, pemerintah daerah perlu melakukan langkah segera menginisiasi kebijakan pemberdayaan keluarga agar menghasilkan bibit generasi unggul dan visioner di masa yang akan datang dan mendorong terwujudnya pembangunan Desa/Kelurahan yang Ramah Perempuan dan ramah anak.
"Kementerian Agama, Badan Penanggulangan Terorisme dan serta tokoh agama, organisasi kemasyarakatan dan perguruan tinggi agar memaksimalkan peran secara sinergis untuk mencegah perempuan dan anak sebagai korban radikalisme," ujarnya.
"Perlu upaya masih pentingnya gerakan perlindungan perempuan dari beragam bentuk pelanggaran termasuk kekerasan dan kejahatan seksual melalui berbagai pendekatan; pendekatan budaya, pendekatan agama, sosial, ekonomi bahkan politik," Giwo menambahkan.