TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah mengaku tidak kenal dengan Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama sekaligus Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut, Eko Susilo Hadi.
Eko Susilo adalah kuasa pengguna anggaran (KPA) pada proyek pengadaan lima unit monitoring satelit Badan Keamanan Laut.
Eko tertangkap tangan menerima uang suap Rp 2 miliar dari pegawai PT Melati Technofo Indonesia.
"Saya enggak kenal sama pejabat itu. Saya tidak tahu, saya enggak kenal," kata Fahmi Darmawansyah, di KPK, Jakarta, Jumat (23/12/2016).
Baca: KPK Tahan Suami Inneke Koesherawati
Fahmi kemudian memilih tidak menjawab sebab dua karyawannya, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, menyerahkan uang tersebut kepada Eko Susilo.
Fahmi mengaku kedatangannya ke KPK untuk atas inisiatif sendiri untuk mengklarifikasi penyidikan KPK.
Suami artis sekaligus anggota DPR RI Inneke Koesherawati tersebut terlihat kecewa karena hari ini dia pulang ke rumah karena ditahan KPK.
Fahmi Darmawansyah menanggap semua proses terhadap dirinya adalah cobaan dan akan mengikutinya.
"Insya Allah, Allah akan memberikan ini ujian terbaik buat saya. Nanti kita lihat skenario Allah seperti apa," ungkap Fahmi Darmawansyah.
Fahmi adalah satu dari empat tersangka yang telah ditetapkan KPK terkait suap pengadaan lima unit monitoring satelit Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Tiga tersangka lainnya adalah Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama sekaligus Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut, Eko Susilo Hadi.
Kemudian dua tersangka lainnya adalah anak buah Fahmi di PT Melati Technofo Indonesia Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Eko Susilo, Adami Okta dan Hardy langsung ditahan usai ditangkap KPK 14 Desember 2016. Sementara Fahmi berada di luar negeri sebelum operasi tangkap terjadi.
Sebelumnya OTT tersebut berhasil menyita uang Rp 2 miliar dari Adami Okta dan Hardy kepada Eko Susilo.
Uang tersebut terkait suap sebagai pemberian pertama dari total komitmen antara Edi Susilo dengan PT Technofo Rp 15 miliar atau 7,5 persen dari nilai proyek.
KPK kemudian menetapkan Eko Susilo, Muhammad Adami Okta dan Hardi Stefanus sebagai tersangka.
Eko Susilo ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat, Adami Okta ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur, sementara Hardi Stefanus ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur.