TRIBUNNEWS.COM, Jakarta- CEO Cyrus Nusantara Hasan Nasbi selesai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Usai diperiksa dia mengaku diperiksa bayaran dari Calon Wali Kota Petahana Walikota Cimahi Atty Suharti, yang kini jadi tersangka.
"Karena ketemu kontrak kits kepada Bu Atty. Jadi, mereka curiga duit yang itu dipakai buat membayar kita," kata Hasan Nasbi di KPK, Jakarta, Jumat (23/12/2016).
Hasan Nasbi mengakui Atty adalah kliennya pada Pilkada Kota Cimahi. Kerja keduanya adalah lembaga survei yang dinakhodai Hasan Nasbi menjadi konsultan Atty.
Menurut Hasan Nasbi, kontrak antara pihaknya dengan Atty ditangani suaminnya, M Itoc Tochija pada September lalu. Survei pun dilakukan sekitar dua bulan lalu.
Sayang, Hasan Nasbi tidak bersedia menyebutkan bayaran dari Atty. Hasan juga mengaku tidak tahu uang bagaimana uang tersebut diperoleh Atty.
Selain mengenai materi, Hasan Nasbi juga mengaku ditanya terkit hubungannya dengan kliennya itu. Hasan Nasbi memang diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka M Itoc.
"Ada pertanyaan ada 21 pertanyaan tapi enggak apa-apa semua clear kok," papar dia.
Sekadar informasi, penetapan tersangka tersebut merupakan hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan Tim Satgas KPK pada Kamis 1 Desember 2016 malam. Dalam OTT tersebut, KPK menangkap Wali Kota Cimahi Atty Suharti dan suaminya M Itoc Tochija, serta dua orang pengusaha, yakni Triswara Dhani Brata dan Hendriza Soleh Gunadi.
Dari hasil OTT, Tim Satgas KPK menyita buku tabungan milik pengusaha yang berisi catatan penarikan uang sebesar Rp 500 juta. Uang Rp 500 juta sudah diberikan kepada Atty melalui Itoc yang merupakan bekas Wali Kota Cimahi dua periode tersebut.
Uang tersebut diduga merupakan suap kepada Atty dan Itoc terkait proyek pembangunan tahap II Pasar Atas Baru Cimahi yang akan dibangun pada tahun 2017. Proyek tersebut menelan biaya Rp 57 miliar dan Atty dan Itoc dijanjikan mendapatkan Rp 6 miliar.
Atas perbuatannya, Atty dan Itoch ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Triswara dan Hendriza selaku pemberi suap disangka dengan Pasal 5 ayat 1 dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.