TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) kini menerapkan standar profesi terkait diagnosa keperawatan yang dapat dipahami bersama dan dapat menjadi acuan dalam memberi pelayanan kepada klien/pasien.
Menurut Ketua Umum PPNI Harif Fadillah, selama ini Indonesia belum mempunyai standar diagnosa keperawatan dan hanya mengacu pada buku-buku referensi dari negara lain. Karena karakteristik dan budaya indonesia, maka PPNI membuat standar diagnosa keperawatan Indonesia yang tetap pada kerangka kerja (framework) dan mengacu pada standar global.
"PPNI membuat standar diagnosa yang kerangka kerjanya mengacu pada standar global atau internasional," kata Harif dalam keterangan launching kode etik terkait diagnosa keperawatan, Kamis (29/12/2016).
Praktik keperawatan, ujarnya, dilaksanakan berdasarkan standar profesi yang dilaksanakan oleh organisasi profesi, standar pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dan standar prosedur operasional yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan serta kode etik yang diterapkan oleh organisasi profesi.
Dikatakannya, kemandatan standar diagnosa keperawatan sangatlah bermanfaat bagi penerapan fasilitas pelayanan kesehatan, perhitungan pembiayaan kesehatan dan perawat.
Manfaat kemandatan standar diagnosa, terang Harif, bagi fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) akan ketersediaan standar untuk meningkatkan kualitas dan keselamatan pasien terhadap pelayanan yang diberikan perawat.
"Dan dapat menjadi alat ukur keberhasilan keperawatan pasien," tuturnya.
Bagi pembiayaan kesehatan dengan adanya kemandatan diagnosa keperawatan dapat menjadi aspek penghitungan biaya perawatan yang baik dan tersistem.
Bagi perawat, tambahnya, dengan kemandatan diagnosa tersebut dapat memacu profesionalitas. Dan bila sudah masuk sistem asuransi menjadi dasar penghargaan terhadap jasa pelayanan yang diberikan perawat.