TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 'menyikat' 11 Kepala Daerah dalam operasi tangkap tangan (OTT) sepanjang tahun 2016 ini.
Nama terakhir adalah Bupati Klaten Sri Hartini. KPK melakukan OTT terhadap Sri Hartinidi rumah dinasnya di Jalan Pemuda, Klaten Tengah, Jawa Tengah, Jumat (30/12/2016) tadi kemarin.
KPK langsung menyegel ruang kerja bupati di kantor Setda Klaten, ruang kerja kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Klaten, ruang kerja Kepala Bidang Mutasi BKD Klaten.
Kemudian ruang kerja Sekretaris Daerah (Sekda) Klaten, mobil operasional rumah dinas Bupati Klaten berplat merah AD 100 C, dan menyita sejumlah dokumen.
Brikut para kepala daerah yang lebih dulu tangkap oleh KPK
Bupati Subang Ojang Sohandi
DITUNTUT 9 TAHUN PENJARA - Mantan Bupati Subang, Ojang Sohandi, menjalani sidang lanjutan kasus suap pengurusan perkara korupsi dana BPJS Kabupaten Subang dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Kamis (15/12/2015). Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Ojang hukuman 9 tahun penjara plus denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Ojang Sohandi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memberikan uang sebesar Rp 528 juta kepada Jaksa Penuntut Umum yang menangani kasus korupsi anggaran BPJS Kabupaten Subang tahun 2014. Petugas KPK menemukan uang sebesar Rp 385 juta di mobil milik Ojang. KPK menduga uang tersebut merupakan bentuk gratifikasi terhadap Ojang selaku penyelenggara negara.
Bupati Rokan Hulu Suparman
Bupati Rokan Hulu nonaktif Suparman kembali menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/7/2016). Suparman diperiksa KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap pembahasan RAPBD-P 2014 dan RAPBD Riau Tahun 2015 saat ia menjadi anggota DPRD Riau. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Pada April 2016, KPK menetapkan Bupati terpilih Rokan Hulu, Suparman sebagai tersangka.
Suparman ditahan setelah menjalani pemeriksaan kedua sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi menerima pemberian atau janji terkait pembahasan R-APBD tahun 2014 dan 2015.
Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam
Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam (batik merah) tiba di kantor KPK untuk menjalani pemeriksaan, Senin (24/10/2016). Nur Alam diperiksa sebagai tersangka terkait kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam persetujuan dan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008-2014. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan nikel di dua kabupaten di Sultra, selama 2009 hingga 2014.
Nur Alam diduga melakukan penyalahgunaan wewenang sehingga memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi, dengan menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Selain itu, penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Penyidik KPK menduga Nur Alam menerima pemberian dari pihak swasta dalam setiap penerbitan izin pertambangan yang dikeluarkan tanpa mengikuti aturan yang berlaku.