TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bambang Tri Mulyono, penulis buku Jokowi Undercover memilih mencetak buku secara terbatas.
Sedikitnya 300 eksemplar buku Jokowi Undercover dicetak di tempat percetakan yang tidak jelas.
Apalagi, buku Jokowi Undercover tidak mencantumkan nama perusahaan percetakan.
"Pencetaknya tidak jelas karena tidak ada penerbitnya," kata Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian di RS Polri, Jakarta, Jumat (6/1/2017).
Buku Jokowi Undercover memiliki tebal 436 halaman. Buku tersebut terdiri dari banyak bab yang isinya masing-masing hanya tulisan pendek sepanjang tiga hingga lima halaman.
Tito mengatakan, isi buku itu tidak sesuai dengan judulnya. Terlebih lagi, tak hanya Presiden Joko Widodo yang dibahas di sana, Bambang juga menuliskan soal masalah nasional dan hal lain yang dianggap menarik.
"Topik soal yang bersangkutan (Jokowi) sendiri hanya beberapa. Jadi sebetulnya judulnya tidak menggambarkan isinya," kata Tito.
Tito menilai, buku itu jauh dari sebutan buku akademik. Pasalnya, Bambang tak memiliki sumber yang jelas sebagai referensi penulisan.
Selain itu, tak ada dokumen wawancara sumber sebagai bahan informasi dalam penulisan buku. Isinya pun diyakini jauh dari fakta sebenarnya karena tak ada bukti yang menunjang.
"Buku akademik itu jelas ada penerbitnya, editornya, autobiografi penulisnya, kemudian substansinya mengalir dari satu bab ke bab lain. Kita tidak lihat itu," urainya.
"Dari 400 halaman lebih itu, satu pun tidak ada footnote-nya yang menunjukkan bahwa ini bukan tulisan akademik," ujar dia.
Akan lain ceritanya jika buku ini dikategorikan sebagai fiksi. Namun, karena menyangkut nama tertentu, apalagi Presiden RI, maka tidak termasuk dalam kategori itu.
Jika buku non fiksi namun tanpa disertai data yang jelas, kata Tito, maka bisa disebut dengan kebohongan.
"Sekarang kita berkesimpulan layak jadi tersangka. Ada dugaan pidana UU ITE dan kita selesaikan cepat dan diajukan ke pengadilan," kata dia.
Sebelumnya, Tito meyakini ada dalang di balik terbitnya buku Jokowi Undercover. Dalam kasus ini, penulis buku tersebut, Bambang Tri Mulyono, telah ditangkap dan ditahan.
"Kita akan dalami siapa yang menggerakkan, siapa yang mengajari dia," ujar Tito.
Kapolri meragukan Bambang bekerja sendiri. Menurut Tito, Bambang hanya lulusan sekolah menengah atas. Dia sempat kuliah di salah satu perguruan tinggi, tetapi tidak lulus.
Tito yakin ada yang membantu Bambang dalam menerbitkan buku Jokowi Undercover.
"Kita akan lihat siapa di belakang dia. Kita akan usut," kata Tito.
Bambang diyakini tak memiliki kemampuan melakukan penelitian dan riset untuk dituangkan dalam buku nonfiksi.
Selain itu, dalam buku itu terdapat fotometriks, Bambang menyejajarkan foto seseorang dengan orang lain dan menjelaskan keterikatannya. Padahal, kata Tito, ia tak memiliki kemampuan untuk menganalisis wajah.
"Jadi, sebetulnya, pendapat saya, dia tidak memiliki kemampuan metodologi untuk melakukan penelitian melalui buku itu," kata Tito.
Bambang dianggap menyebar kebencian dan diskriminasi terhadap etnis dan ras tertentu pada buku yang dia tulis.
Salah satu hal yang Bambang tulis dalam bukunya ialah menyebut Jokowi telah memalsukan data saat mengajukan diri sebagai calon presiden 2014 lalu.
Bambang dikenakan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Bambang juga dijerat Pasal 28 ayat 2 UU ITE karena menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Selain itu, Bambang dianggap melanggar Pasal 207 tentang penghinaan terhadap penguasa.
Sebelumnya, mantan Kepala Badan Intelijen Negara Hendropriyono melaporkan penulis buku Jokowi Undercover, Bambang Tri Mulyono ke polisi.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan, laporan tersebut mulanya dilayangkan ke Polda Metro Jaya. Namun, kemudian diambil alih oleh Mabes Polri.
"Benar, diambil alih Bareskrim Polri," ujar Rikwanto.
Hal tersebut dilakukan karena kasus Jokowi Undercover tengah diproses di Bareskrim Polri.
Dengan demikian, laporan Hendropriyono yang dilakukan pada 21 Desember 2016 lalu akan digabung dengan laporan lainnya.
Hendro pun sudah dimintai keterangannya oleh penyelidik.
Selain Hendropriyono, warga bernama Michael Bimo juga melaporkan Bambang.
Alasan laporan Hendropriyono dan Bimo sama, yakni keberatan namanya dicantumkan dalam buku tersebut.
Dalam bukunya, Bambang menulis bahwa Bimo masih merupakan kerabat Presiden Joko Widodo dan punya keterikatan darah dengan anggota Partai Komunis Indonesia.
Buku Jokowi Undercover dijual bebas di dunia maya lewat akun Facebook pribadi Bambang dengan nama Bambang Tri. Namun belum diketahui berapa eksemplar yang sudah terjual.
Disebutkan, salah satu hal yang Bambang tulis dalam bukunya yakni menyebut Jokowi telah memalsukan data saat mengajukan diri sebagai calon presiden 2014 lalu.
Ia juga menyebut Desa Giriroto, Boyolali, merupakan basis Partai Komunis Indonesia terkuat se-Indonesia, padahal PKI telah dibubarkan sejak 1966.
Bambang menuliskannya seolah-olah hal tersebut nyata tanpa memiliki dokumen pendukung tulisannya itu.
Padahal tuduhan yang dimuat pada buku itu didasarkan atas sangkaan pribadi Bambang.
Tak hanya itu, Bambang juga dianggap menebarkan kebencian terhadap kelompok masyarakat yang bekerja di dunia pers.
Ia menyebut bahwa sosok Jokowi dan Jusuf Kalla muncul atas keberhasilan media massa dan melakukan kebohongan terhadap rakyat. (gle/thf/kps)