TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar meminta kepada masyarakat yang telah membeli buku Jokowi Undercover untuk diserahkan kepada kepolisian.
Boy menjelaskan, buku tersebut diminta demi kepentingan penyidikan lebih lanjut terhadap dugaan kasus fitnah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tersangka Bambang Tri Mulyono.
"Kami meminta kepada masyarakat untuk mengembalikan bagi mereka yang sudah membeli. Jadi dengan hormat, mereka yang sudah membeli, kami mohon itu dikembalikan ke polisi. Karena itu adalah barang bukti. Sudah disebarluaskan di media sosial," ujar Boy Rafli di Kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta, Jumat (6/1/2017).
Untuk proses pengembalian, Boy Rafli menjelaskan masyarakat bisa menyerahkan buku tersebut kepada kantor polisi terdekat.
"Saat ini kami masih melakukan penghitungan, berapa sejauh ini buku-buku yang sudah dikuasai masyarakat," katanya lagi.
Diperkirakan buku "Jokowi Undercover" sudah terjual kisaran 200 hingga 300 eksemplar.
"Angkanya di sekitar itu. Umumnya mereka membeli via online ya," ungkap Boy seraya menegaskan jumlah buku yang terjual masih terus diklarifikasi kepada tersangka, Bambang Tri Mulyono.
Beberapa waktu lalu Bareskrim Polri menangkap Bambang Tri Mulyono, penulis buku Jokowi Undercover.
Penangkapan dilakukan setelah adanya penyelidikan dugaan penyebaran informasi berisi ujaran kebencian terhadap Presiden yang dia tulis dalam bukunya.
Setelah diperiksa pasca-penangkapan, Jumat (31/12/2016) lalu, Bambang kemudian ditahan oleh Bareskrim Polri.
Dalam bukunya, Bambang menyebut Jokowi telah memalsukan data saat mengajukan diri sebagai calon presiden 2014 lalu.
Ia juga menyebut Desa Giriroto, Boyolali, merupakan basis Partai Komunis Indonesia terkuat se-Indonesia, padahal PKI telah dibubarkan sejak 1966.
Bambang dikenakan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Dalam pasal itu disebutkan, siapa saja yang sengaja menunjukkan kebencian terhadap ras dan etnis tertentu akan dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.
Bambang juga dijerat Pasal 28 ayat 2 UU ITE karena menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan teehadap individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). (tribun/ther/nic/kcm)