News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kapolri: Ada yang Memanfaatkan Lembaga MUI

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat laporan akhir tahun di Mabes Polri, Rabu (28/12/2016).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menilai ada anggapan munculnya kelompok yang memanfaatkan fatwa Majelis Ulama Indonesia untuk mengganggu stabilitas keamanan.

Kapolri kemudian menyebut ada pihak tertentu, mencoba mengarahkan MUI agar mengeluarkan fatwa untuk kepentingan segelintir kelompok.

"Gerakan transnasional itu berupaya memanfaatkan lembaga MUI dengan cara mengeluarkan fatwa tertentu yang kemudian ditegakkan. Ini men-challenge peran negara," ujar Tito dalam diskusi bertajuk "Fatwa MUI dan Hukum Positif" di PTIK, Selasa (17/1/2017).

Baca: Mahfud MD: Tidak Mungkin Bubarkan GNPF-MUI

Baca: Kerjasama Ulama dan Pemerintah, MUI Gelar Rapat Pleno Dewan Pertimbangan

Baca: Habib Rizieq Tuding Ada Gerakan Siluman Ingin Tokoh GNPF MUI Dikriminalisasi

Baca: MUI Sadar Ada Juga Fatwa yang Bisa Timbulkan Gejolak di Masyarakat

Di tempat yang sama, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma'ruf Amin mengungkapkan, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, tidak ada kaitannya dengan lembaga MUI baik secara struktur maupun non-struktur.

Gerakan itu, kata Ma'ruf, murni dibentuk dan dijalankan oleh sekelompok masyarakat.

"Tidak ada urusannya GNPF dengan MUI itu sendiri. Mereka itu murni dari masyarakat," jelasnya.

Menurut Ma'ruf, apa yang dijalankan oleh GNPF bukanlah aturan atau instruksi yang diberikan oleh MUI untuk langsung dijalankan ketika sebuah Fatwa sudah keluar.

Selain itu, Maruf menegaskan tidak ada benturan di masyarakat yang berawal dari Fatwa MUI. Pasalnya, setiap kali MUI mengeluarkan Fatwa, banyak pihak yang menyetujui hal tersebut.

Hanya satu, yang diungkapkan memiliki benturan dari seluruh Fatwa MUI, yaitu terkait dengan rokok.

"Tidak ada benturan sebenarnya di masyarakat terkait Fatwa MUI. Seingat saya hanya rokok saja yang berbenturan, selebihnya tidak ada opini yang berbeda," kata dia.

Kapolri Tito Karnavian menegaskan kembali, anggapan apa yang ia katakan, bukan opini pribadinya. Namun Tito menganggap tak ada salahnya jika analisis tersebut dijadikan perhatian bersama.

Ia mencontohkan, ada sikap keagamaan MUI terkait dugaan penistaan agama oleh Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Dalam sikap tersebut, MUI menyatakan bahwa Ahok telah menistakan agama.

Sikap tersebut memicu tumbuhnya suatu kelompok yang menamakan diri sebagai Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI.
Kelompok tersebut memobilisasi masyarakat untuk melakukan aksi demo, yakni saat 4 November 2016 (411) dan 2 Desember 2016 (212).

"Meski berlangsung aman, tapi membuka wacana baru yaitu indikasi adanya tergerusnya mainstream Islam dan mulai naiknya transnasional. Dapat kurang pas dengan situasi kebhinekaan kita," kata Tito.

Gerakan transnasional itu, kata Tito, berupaya memanfaatkan lembaga MUI dengan cara mengeluarkan fatwa tertentu yang kemudian berupaya untuk ditegakkan sebuah kelompok.

Tito mengatakan, hal tersebut cukup menguras tenaga belakangan ini mulai dari sisi pengamanan hingga proses mediasi.

Oleh karena itu, Tito pun mewanti-wanti MUI adanya ancaman tersebut.

"Jangan sampai kalau ada pihak tertentu yang memanfatkan lembaga ini, keluarkan fatwa yang membahayakan kebinekaan kita," kata Tito.

Dalam diskusi kemarin, pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD menjelaskan bahwa Fatwa MUI tidak perlu dijalankan oleh seluruh umat Islam di Indonesia.

Pasalnya, Fatwa MUI bukan merupakan hukum positif di Indonesia dan tidak diatur dalam undang-undang.

"Fatwa MUI ini bukan hukum positif yang mengikat. Jadi tidak perlu untuk diikuti. Fatwa juga bersifat otonomi bukan hetero," kata dia.

Dijelaskan Mahfud, Fatwa MUI merupakan peringatan dan imbauan dari kumpulan ulama kepada umat Islam, sehingga tidak ada hukuman bagi yang melanggar Fatwa tersebut.

"Fatwa bilang makan babi itu haram, tapi apa orang Islam tidak boleh makan babi? Ya boleh-boleh saja. Tapi kan sudah diingatkan oleh MUI," urainya.

Oleh karena itu, dia menyebut akan melanggar aturan jika terdapat pihak yang justru melakukan tindakan di luar hukum dan mengatasnamakan Fatwa tersebut.

"Apa yang dikatakan hukum positif itu, hukum yang sedang berlaku, yang diberlakukan secara resmi oleh lembaga hukum negara. Nah MUI kan tidak pernah diberlakukan sebagai lembaga negara," kata Mahfud. (tribun/rio)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini