TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden, Jusuf Kalla mengaku terkejut atas penetapan tersangka oleh KPK kepada Eks Dirut Garuda Indonesia, Emirsyah Satar pada Kamis (19/1/2017) kemarin.
Menurutnya, Emirsyah merupakan orang yang memiliki kinerja yang baik dan dapat merubah Garuda Indonesia yang sebelumnya tengah terpuruk.
"Saya terkejut, selama ini saya kenal baik Emir yang menjalankan tugasnya secara baik. Dulu Garuda terpuruk sekarang bisa sehat," ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (20/1/2017)
Dijelaskan olehnya, bahwa kasus tersebut dapat terungkap karena ada laporan dari luar bukan dari dalam negeri, sehingga memungkinkan akan memiliki efek yang meluas.
Namun begitu, dikatakan oleh JK, bahwa sudah seharusnya semua pihak menunggu proses hukum yang sedang berjalan saat ini di KPK.
"Jadi kita tunggu saja, hasil proses hukum yang sedang berjalan," kata JK.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi resmi mengumumkan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2005-2014 Emirsyah Satar sebagai tersangka suap pengadaaan pesawat dan mesin pesawat dari airbus S.A.S dan Rolls Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.
Emirsyah Satar jadi tersangka karena menerima uang dalam bentuk uang yakni 1,2 juta euro dan 180 ribu Dolar Amerika atau setara Rp 20 miliar dan barang senilai 2 juta Dollar Amerika.
Suap tersebut diserahkan oleh Benneficiari Connaught International Pte. Ltd Sutikno Soedarjo.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan dua orang tersangka yaitu ESA Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk periode 2004-2014 dan SS beneficial owner Connaught International Pte. Ltd," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di kantornya, Jakarta, Kamis (19/1/2016).
Suap tersebut sehubungan total pengadaan pesawat air bus untuk Garuda Indonesia kurun waktu 2005-2014 sebanyak 50 pesawat.
Terhadap ESA disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 uu tipiokor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
sedangkan terhadap SS diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 uu tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Kasus tersebut kini ditangani di tiga negara yakni KPK, Serious Fraud Office di Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau Singapura.