TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VI DPR RI mengapresiasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membongkar kasus korupsi pengadaan pesawat dan mesin pesawat Garuda Indonesia.
KPK telah menetapkan mantan Dirut Garuda, Emirsyah Satar sebagai tersangka.
"Ini sekaligus menguak tabir tanda tanya yang selama ini ada 'mengapa perusahaan penerbangan lain bisa untung sementara Garuda buntung?" kata Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno ketika dikonfirmasi, Jumat (20/1/2017).
"Karena ternyata pada perusahaan plat merah/BUMN tersebut ternyata yang untung alias kenyang, eksekutif nya. sementara BUMN-nya merana," ujar Teguh.
Teguh mendorong KPK untuk terus bergerak menelisik dugaan korupsi di BUMN-BUMN yang merugi, khususnya di BUMN yang di Industri nya, perusahaan swasta bisa untung.
"Jadi ada benchmark yang jelas," tutur Politikus PAN itu.
Teguh berharap kasus yang melilit Emirsyah tidak berimbas pada kinerja koorporasi.
Sebab, kasus tersebut menjerat oknum mantan pejabat Garuda bukan perusahaan.
Ia pun meminta manajemen PT Garuda bekerja profesional dan membuktikan bahwa kinerjanya tidak terganggu dengan kasus itu.
"Dan mampu membuktikan bahwa Garuda sebagai flight carrier kebanggan kita, harus mampu terbang tinggi dengan efisien dan menguntungkan," kata Teguh.
Sebelumnya, Emirsyah Satar ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengadaaan pesawat dan mesin pesawat dari airbus S.A.S dan Rolls Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.
Emirsyah Satar jadi tersangka karena menerima uang dalam bentuk uang yakni 1,2 juta euro dan 180 ribu Dolar Amerika atau setara Rp 20 miliar dan barang senilai 2 juta Dollar Amerika.
Suap tersebut sehubungan total pengadaan pesawat air bus untuk Garuda Indonesia kurun waktu 2005-2014 sebanyak 50 pesawat.
Pada kasus tersebut KPK menetapkan dua orang tersangka.
Selain Emirsyah Satar, KPK juga menetapkan Benneficiari Connaught International Pte. Ltd Sutikno Soedarjo yang diduga sebagai perantara.