TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Anggota DPR RI Andi Taufan Tiro didakwa menerima uang suap sebesar Rp 7,4 miliar terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumhan Rakyat tahun anggaran 2016.
Uang tersebut bersumber dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir senilai Rp 3.900.000.000 dan 257.661 Dollar Singapura setara Rp 2.500.000.000 dan dari Direktur Utama PT Martha Tehnik Tunggal Hengky Poliesar.
"Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu," kata Jaksa Penuntut Umum Mochamad Wiraksajaya," di Pengadikan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (25/1/2017).
Baca: Berkas Dilimpahkan, Politikus PAN Andi Taufan Tiro Segera Disidang
Baca: Politikus PAN Taufan Tiro Akui Pakai Uang Suap Untuk Keliling Eropa dan Umrah Bersama Istri
Menurut Wiraksajaya, uang tersebut patut diduga agar Andi Taufan Tiro menyalurkan program aspirasinya dalam bentuk proyek pembangunan infrastruktur jalan di wilayah Balai Pelaksanaan Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara serta mengarahkan agar Abdul Khoir dan Hengky Poliesar sebagaimana pelaksanaan proyek.
Dalam dakwaan tersebut, politikus Partai Amanat Nasional disebut mengikuti rapat internal yang dihadiri pimpinan Komisi V DPR RI, beberapa Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) pada Komisi V DPR RI dan Sekjen Kementerian PUPR Taufik Widjoyono dan beberapa staf Kementerian PUPR.
Rapat informal tersebut membahas mengenai permintaan Komisi V agar usulan program aspirasi dari Anggota Komisi V yang sebagian sudah masuk Juli 2015 diakomodir oleh Kementerian PUPR.
"Kemudian disepakati bahwa setiap anggota Komisi V DPR RI akan mendapatkan proyek program aspirasi," kata Wiraksajaya.
Kemudian pada awal Oktober 2015 bertepatan dengan Rapat Dengar Pendapat Komusi V dengan Kementerian PUPR, Andi Taufan Tiro memanggil Amran HI Mustary dan Imran S Djumadil ke ruang kerjanya.
Andi Taufan Tiro kemudian menyampaikan dia memiliki jatah proyek dari program aspirasi yang rencananya akan ditempatkan di Maluku dan Maluku Utara. Andi Taufan Tiro kemudian memerintahkan Amran HI Mustary mencari calon kontraktor yang dapat mengerjakan proyek tersebut dan bersedia memberikan fee kepada Andi Taufan Tiro.
Dalam pertemuan selanjutnya, Andi Taufan Tiro menyampaikan kepada Amran HI Mustary dan Imran S Djumadil mempunyai jatah proyek dari program aspirasi Rp 170 miliar yang akan disalurkan ke Maluku dan Maluku Utara.
Kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan Damayanti Wisnu Putranti. Bekas politikus PDI Perjuangan itu ditangkap karena menerima suap Rp 8,1 miliar dari Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir. Saat OTT, KPK menemukan barang bukti 328 ribu dolar Singapura, Rp 1 miliar dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, dan 404 ribu Dolar Singapura.
Selain Damayanti, KPK turut menangkap dua stafnya, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini. Suap tersebut agar anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk proyek jalan di Maluku.
Dalam perkembangannya, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka yakni, Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN. Ketiganya diduga menerima fee hingga miliaran rupiah dari Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Sementara tersangka lainnya adalah Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustariā, Abdul Khoir serta dua rekan Damayanti, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini dan So Kok Seng sebagai tersangka terbaru.
Kasus tersebut diduga kuat melibatkan hampir semuanya anggota Komisi V DPR RI. Pimpinan Komisi V disebut sebagai pihak yang mengetahui dan mengatur nilai jatah-jatah yang diterima setiap anggota.