TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (DK PBB/Security Council UN) memberikan apresiasi dan penilaian positif terhadap langkah pemerintah Republik Indonesia dalam penanggulangan terorisme, baik dari perspektif soft approach (pencegahan) maupun hard approach (penindakan), kerjasama regional dan global, termasuk penanganan isu Foreign Terrorist Fighter (FTF).
Apresiasi itu disampaikan menanggapi paparan yang dilakukan oleh Kepala BNPT Komjen Pol Drs. Suhardi Alius, MH, pada pertemuan Security Council UN di New York, Kamis (26/1/2017) waktu setempat.
"Banyak negara yang tergabung dalam DK PPB langsung mengungkapkan apresiasinya atas upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia. Mereka juga memuji langkah positif dengan menggabungkan upaya pencegahan dan penindakan, dan penanganan FTF," ungkap Komjen Suhardi Alius saat dihubungi, Jumat (27/1/2017).
Dalam paparan itu, Komjen Suhardi juga menyampaikan bahwa upaya-upaya itu telah dijalankan, meski Undang-Undang Terorisme masih dalam tahap pembahasan untuk direvisi untuk penguatan.
Selain itu, mantan Kabareskrim Polri ini juga mengusulkan kepada forum DK PBB agar mendukung Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB tahun 2019-2020.
"Saya juga sampaikan tentang peran signifikan NU dan Muhammadiyah melalui ulama-ulamanya dalam membantu BNPT mereduksi pemikiran radikal kelompok yang berpotensi radikal. Saya juga menyinggung peran PPATK yang menjadi koordinator dalam memonitor pendanaan terorisme di Indonesia," tutur Komjen Suhardi Alius.
Komjen Suhardi menjelaskan bahwa terorisme adalah masalah global dan membutuhkan upaya maksimal dan serius untuk menanggulanginya. Menurutnya, tak satu pun negara bisa kebal dari ancaman terorisme.
"Teroris telah menghancurkan di beberapa bagian dunia dari Dacca, Bangkok, Nice, Istanbul, New York, Jakarta dan lain-lain. Indonesia sangat fokus memerangi terorisme ini dan sejauh ini, kami berhasil mendeteksi dan mengantisipasi untuk menggagalkan serangan teroris," kata mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Dipaparkan juga bahwa selama ini BNPT bersinergi dengan 25 kementrian dan lembaga, serta pemerintah provinsi dalam menjalankan kebijakan nasional, strategi, dan pelaksanaan penanggulangan terorisme.
Diungkapkan latar belakang terorisme di Indonesia, serta upaya-upaya ISIS menarik pengikutnya, terutama dengan menggunakan medsos. Juga proses penanganan aksi terorisme di Indonesia sejak tahun 2000-2016, juga penggunan medsos sebagai alat rekrutmen
Tak ketinggalan, fenomena FTF juga dipaparkan Kepala BNPT. Disebutkan, FTF di Indonesia sudah ada sejak tahun 1985 -1992, saat kurang lebih 192 orang Indonesia berangkat ke Afganistan dan Filipina.
Tapi sekarang alasan menjadi FTF itu tidak hanya sekadar ideologi saja, tapi juga iming-iming kesejahteraan. Namun FTF Indonesia berbeda dengan negara lain.
"Kalau FTF negara lain bepergian sendiri, FTF Indonesia justru membawa seluruh keluarganya, termasuk anak-anak kecil," tutur Suhardi Alius.
Karena itu, lanjut Komjen Suhardi Alius, BNPT menggabungkan kombinasi penanganan terorisme dengan pencegahan dan penindakan. Untuk pencegahan didalamnya ada deradikalisasi dan kontra radikalisasi, sedangkan penindakan sesuai hukum yang berlaku dan menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia (HAM).
Selain melakukan paparan di forum DK PBB, Kepala BNPT juga bertemu United Nations Counter Terrorism (UNCTED) Executive Director, Jean Paul Laborder.
Dalam pertemuan itu, Komjen Suhardi Alius menyampaikan perkembangan penanganan terorisme termasuk isu FTF dan penggunaan sosial media (sosmed) untuk kepentingan terorisme. Pihak UNCTED menawarkan kerjasama terkait capacity building. Dalam kunjungan itu, Kepala BNPT juga berkunjung dan bertemu Dubes Indonesia di Amerika Serikat.