Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus korupsi yang menjerat Hakim Konstitusi Partialis Akbar bukanlah kasus biasa.
Karena Patrilais Akbar seorang hakim di Mahkamah Konsitusi (MK), sebuah lembaga yang kewenangannya luar biasa.
MK dianggap bisa menggantikan peran DPR dan Presiden dalam menangani sebuah undang-undang.
Karena itu, menurut ketua SETARA Institute, Hendardi, dampak kerusakan yang ditimbulkan dari kasus yang menjerat Patrialis Akbar itu bisa sangat luar biasa.
Dengan uang suap yang jumlahnya besar, maka seseorang bisa membeli independensi dari hakim di lebaga yang kewenangannya luar biasa itu.
"Suap dengan menukar putusan yang dikehendaki penyuap terhadap hakim konstitusi, memiliki daya rusak yang luar biasa," ujar Hendardi dalam pemaparannya di kantor STARA Institute, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2017).
Baca: KPK: Patrialis Akbar Sudah Tiga Kali Terima Suap
Kasus Patrialis Akbar juga merupakan tamparan keras bagi negara.
Karena Patrialis Akbar bukan hakim MK pertama yang ditangkap.
Sebelumnya pada 2013 lalu Ketua MK, Akil Mochtar ditangkap karena kasus suap.
Dengan kasus Patrialias Akbar ini, bisa dikatakan MK gagal berubah.
Terulangnya kasus korupsi di tubuh MK antara lain dikarenakan kewenangan MK yang sangat absolut.
MK bisa menguji undang-undang, memutus sengketa kewenangan antar lembaga, membubarkan partai, menyelesaikan perselisihan pilkada, hingga memberikan masukan terkait permohonan pemakzulan yang diajukan DPR.
"MK juga bisa mengadili dirinya sendiri, seperti terjadi dalam kasus kewenangan pengawasan Komisi Yudisial terhadap Hakim Agung dan Hakim Konstitusi," katanya.