TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Hakim Konstitusi Patrialis Akbar disebut sebagai hakim yang paling banyak diperiksa Dewan Etik.
Ketua Dewan Etik Mahkamah Kontitusi Abdul Mukthie Fadjar mengatakan pihaknya sering memanggil Patrialis karena sering dilaporkan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
"Memang beliau sering dipanggil, beliau hakim konstitusi yang sering diperiksa. Beliau orang yang paling sering bilang terima kasih sering diingatkan," kata Abdul Mukthie Fadjar di MK, Jakarta, Kamis (26/1/2017).
Walau demikian, Abdul Mukthie Fadjar mengatakan ada juga laporan tersebut yang ternyata laporan abal-abal. Misalnya laporan LSM MK Watch terkait dugaan Patrialis tidak menjalankan atau mengabaikan tugas pokoknya saat sidang Sengketa Pilkada Muna.
Berdasarkan penelusuran Tribun, dalam 14 putusan Dewan Etik, lima diantaranya memuat nama Patrialis. Dua laporan sifatnya adalah tunggal kepada Patrialis sementara yang lainnya bersama-sama dengan para hakim terkait sidang di MK.
Berikut adalah putusan Dewan Etik terhadap terlapor Hakim Patrialis Akbar:
Putusan Dewan Etik yang pertama tahun 2014 adalah laporan terhadap Patrialis Akbar yang diduga melanggar kode etik karena memilih menemui Akil Mochtar yang bersidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Padahal pada hari itu Patrialis Akbar sebenarnya menguji ujian doktor di FH Universitas Jayabaya.
Dewan Etik tidak memberikan sanksi apapun kepada Patrialis karena pertemuannya dengan Akil Mochtar karena dilakukan di luar jam kerja dan setelah selesainya persidangan di MK.
kedua, laporan Ketua Umum Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pusat Adi Warwan. Pada laporan tersebut, Patrialis dilaporkan beserta tujuh rekannya yakni Hamdan Zoelva, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Arief Hidayat.
Menurut pelapor para hakim memputus perkara tidak mendasarkan atas alat bukti atau menyimpang ketentuan mengenai pembuktian dalam hukum acara MK sebagaimana diatur Pasal 45 ayat (1) UU MK.
Dewan Etik memutuskan laporan tersebut tidak terbukti dan nama para hakim dipulihkan nama baiknya.
Ketiga adalah laporan Koalisi Mayarakat Sipil Selamatkan MK terhadap Patrialis Akbar terkait komentar Patrialis mengenai pemilihan kepala daerah harus dipilih DPRD. Itu adalah pernyataan Patrialis saat memberikan kuliah umum berjudul Peran MK Dalam Proses Demokrasi dan Perpolitikan di Indonesia di Fakultas Hukum UMJ.
Dalam putusannya, Kode Etik tidak memberikan sanksi terkait komentar tersebut. Kode Etik hanya meminta agar Patrialis lebih berhati-hati dalam berbicara meskipun dalam forum kegiatan ilmiah.
Keempat adalah laporan bersama-sama terhadap hakim konstitusi oleh Paguyuban Advokat Peduli Kontitusi. Para hakim dilaporkan ke Dewan Etik karena tidak melakukan kewajiban sebagai hakim untuk menjatuhkan putusan secara objektif didasarkan pada hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.