Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsa Pandjaitan menegaskan bahwa tidak ada perlakuan penyadapan kepada Presiden Keenam, Susilo Bambang Yudhoyono dari pihak Badan Intelejen Negara.
Hal itu, kata dia, diperkuat dengan pernyataan resmi BIN yang membantah adanya penyadapan percakapan antara SBY dengan Ketua Umum MUI, Ma'aruf Amin.
"Saya kira bin tidak melakukan seperti itu, kan bin sudah mengeluarkan rilis resmi tentang itu. Saya kira pengangan kita disitu jangan kita buat gaduh lah," ujarnya di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (5/2/2017)
Dia juga menjelaskan tidak ada ucapan dari pihak kuasa hukum terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama yang menyatakan secara langsung adanya penyadapan atau perekaman.
Luhut juga meminta kepada semua pihak untuk menahan diri untuk berkomentar agar suasana bisa menjadi tenang, karena pemerintah saat ini akan fokus untuk melakukan pemerataan ekonomi di masyarakat.
"Saya kira tenanglah, jangan juga menimbulkan suasana yang memperkeruh keadaan," kata dia.
Sebelumnya, Bukan dari Badan Intelijen Negara (BIN) informasi mengenai adanya komunikasi antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin yang disampaikan kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Demikian disampaikan BIN melalui Deputi VI BIN Sundawan dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Kamis (2/2/2017).
Hal ini untuk menjawab isu penyadapan seperti yang dilontarkan SBY ketika menanggapi fakta persidangan terdakwa Ahok.
"Melalui klarifikasi resmi ini, terkait informasi tentang adanya komunikasi antara Ketua MUI dengan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono yang disampaikan kuasa hukum Bapak Basuki Tjahaja Purnama dalam persidangan tanggal 31 Januari 2017, maka bersama ini BIN menegaskan bahwa informasi tersebut bukan berasal dari BIN," ujar Deputi-VI BINBidang Komunikasi dan Informasi ini.
Selain itu juga, ia menjelaskan pernyataan Ahok dan tim penasehat hukumnya pada persidangan 31 Januari lalu, tidak menyebutkan secara tegas apakah dalam bentuk komunikasi verbal secara langsung ataukah percakapan telepon yang diperoleh melalui penyadapan.
Karena itu menurutnya, informasi tersebut menjadi tanggung jawab Ahok dan tim penasihat hukumnya yang telah disampaikan kepada Majelis Hakim dalam persidangan tersebut.
Ahok juga sudah menyampaikan permohonan maaf kepada KH Ma'aruf Amin dan sudah diterima serta dimaafkan.
Bersamaan dengan itu pula, Ahok telah melakukan klarifikasi bahwa informasi yang dijadikan sebagai bukti dalam persidangan merupakan berita yang bersumber dari media online liputan6.com edisi tanggal 7 Oktober 2016.
Lebih lanjut ia jelaskan pula, bahwa berdasarkan UU No17 Tahun 2011 tentang intelijen Negara, BIN merupakan elemen utama dalam sistem keamanan nasional untuk mempertahakan kesatuan dan persatuan NKRI.
Dalam menjelakan tugas, peran dan fungsinya, kata dia, BIN diberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan berdasarkan peraturan perundang-undangan, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.
"Namun penyadapan yang dilakukan hanya untuk kepentingan penyelenggaraan fungsi intelijen dalam rangka menjaga keselamatan, keutuhan dan kedaulatan NKRI yang hasilnya tidak untuk dipublikasikan, apalagi diberikan kepada pihak tertentu," tegasnya.