Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Pemilih Indonesia (TePI) mengungkapkan masa tenang Pilkada Serentak 2017 sangat rawan terjadi politik uang.
Hal itu diperparah dengan hasil survei berbagai lembaga yang dipublikasikan menjelang hari pencoblosan.
"Petanya sudah kelihatan. Paslon (pasangan calon) menjadi indikator awal, apakah suara mereka sama atau naik. Makanya kalau ada yang memang sulit dalam tiga hari ini dinaikkan, banyak timses mengambil jalan pintas dengan politik uang," kata Koordinator TePI, Jerry Sumampouw di D'Hotel Jakarta, Minggu (12/2/2017).
Jerry mengatakan pasangan calon yang secara psikologi tidak yakin menang memilih menggunakan pendekatan materi.
"Dengan adanya hasil survei memberi ruang yang kondusif bagi praktek politik uang. Khusus paslon yang survei-survei terakhir menunjukkan kalah," kata Jerry.
Menurut Jerry, hal tersebut bukan hanya terjadi di DKI Jakarta tetapi juga semua pilkada. Sebab, potensi politik uang dilakukan oleh calon yang dalam surveinya mengalami kekalahan.
"Kadang-kadant calon yang diprediksi sementara menang antisipasi dengan melakukan hal yang sama. ini repotnya, yang kalah dan menang kemungkinan melakukan politik uang. Jangan terjebak politik uang, ini bagian dari upaya memberikan makna substansial terhadap proses demokrasi," ungkapnya.
Jerry pun mendorong pengawas pemilu bekerja lebih giat menjelang hari pencoblosan. Ia pun mengingatkan sanksi keras bagi pelaku politik uang dimana pasangan calon yang terbukti akan dibatalkan keikutsertaannya dalam pilkada.
"Tidak perlu pengadilan lagi, cukup tingkat pengawasan pemilu. selama ini kewenangan ditambahkan ada kesan, tapi tidak ada dampaknya. nah kami harapkan Bawaslu mengawasi ini sungguh-sungguh," kata Jerry.