TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kembali aktifnya Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, sejak Minggu dini hari (13/2/2017) kemarin dipertanyakan banyak pihak.
Pasalnya, Ahok dinilai harus diberhentikan sementara dari jabatannya, menyusul kasus hukum dugaan penodaan agama yang ia hadapi saat ini.
Sorotan serius pun datang dari sebagian kalangan di DPR RI. Fraksi Partai Gerindra mulai menggulirkan usul penggunaan hak angket.
Ini dimaksudkan untuk menyelidiki adanya dugaan pelanggaran undang-undang yang dilakukan pemerintah, ketika mengaktifkan kembali Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Lain halnya dengan pendapat Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah.
Saat menemui para aktivis hari ini, ia menilai sebaiknya DPR mengajukan hak interpelasi dibandingkan hak angket.
Selain lebih cepat prosesnya, pengajuan hak interpelasi dinilai Fahri lebih tepat.
Di sisi lain, Advokat Cinta Tanah Air hari ini mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas status Basuki Tjahaja Purnama yang kembali aktif sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Di saat yang sama, kini Basuki Tjahaja Purnama masih berstatus terdakwa dan menjalani persidangan atas kasus dugaan penodaan agama.
Sebelumnya, menteri dalam negeri menyatakan status Ahok sebagai terdakwa kasus dugaan penodaan agama tak serta merta menjadi dasar penonaktifan.
Sementara, mantan hakim yang juga pakar hukum pidana Asep Iwan Iriawan menyatakan, pasal 83 ayat 1, Undang-Undang Pemerintah Daerah tidak bisa dipakai untuk memberhentikan Ahok.
Pasalnya, Ahok kini harus tunduk pada KUH pidana yang menjeratnya.
Di sisi lain, dalam perbincangan di Program Kompas Petang, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berpendapat Ahok seharusnya nonaktif.
Basuki Tjahaja Purnama aktif kembali menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, setelah masa cuti kampanye Ahok berakhir pada 11 Februari 2017.
>