TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Penyidik Direktorat II Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri menetapkan pegawai Bank BNI Syariah, Islahudin Akbar alias IA, sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang terkait penyalahgunaan dana Yayasan Keadilan untuk Semua (KUS) atau Justice for All ke pihak lain.
Islahudin Akbar dijerat dengan tiga pasal berlapis. Yakni, Pasal 49 ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 KUHP, Pasal 5 UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Yayasan, dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sangkaan pasal pada Undang-undang Perbankan dan Undang-undang Yayasan menjadi tindak pidana pokok atau awal atas dugaan TPPU. "Jadi ada tiga pasal," ujar juru bicara Polri Irjen Boy Rafli Amar di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Selasa (14/2/2017).
Menurut Boy, IA berperan mencairkan dana dari rekening Yayasan KUS tanpa prosedur perbankan yang benar dan diduga ada aliran dana tersebut yang tidak sesuai tujuan pendirian yayasan hingga diduga terjadi tindak pidana pencucian uang.
Diberitakan, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF)-MUI, Bachtiar Nasir, mengaku pihaknya melakukan penggalangan dana masyarakat untuk Aksi pada 4 November 2016 dan 2 Desember 2016. Lantas, ia meminjam rekening Yayasan Keadilan untuk Semua yang dipimpin kerabatnya, Adnin Arnas, untuk menampung dana sumbangan tersebut.
Dan IA sebagai pegawai bank melakukan pencairan dana dari rekening Yayasan KUS atas perintah Ketua GNPF-MUI, Bachtiar Nasir.
Boy menjelaskan, seharusnya dana atau kekayaan yayasan digunakan sesuai tujuan atau jenis aktivitas yayasan tersebut meski dana yang disimpan di rekening tersebut berasal dari sumbangan masyarakat.
"Bisa jadi kegiatan yayasan yang bergerak di bidang sosial, kemudian terindikasi ada kegiatan-kegiatan lain di luar itu. Itu dari dokumen penyidikan yang belum bisa dibeberkan kepada publik," ujarnya.