News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Politikus PKS: Aksi yang Terjadi Bentuk Kegalauan Masyarakat

Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Halaman Gedung DPR/MPR mulai dipadati oleh massa aksi 212 yang terus berdatangan,Selasa (21/2/2017).

 TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Aksi-aksi yang selama ini terjadi, sebenarnya bentuk kegalauan masyarakat terhadap persoalan keadilan di Indonesia. Berawal dari kasus dugaan penistaan yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang seolah sulit sekali berjalan.

Berbeda dengan kasus yang dialami oleh Permadi, Aswendo, Lia Eden ataupun berbagai kasus penistaan lainnya. Hal ini diungkapkan oleh politikus PKS Aboebakar Alhabsy, Selasa (21/2/2017).

Dikatakan, Ahok baru dijadikan tersangka saat didemo ratusan ribu orang di aksi 411. Selain itu, para tersangka kasus penistaan pada umumnya selalu di tangkap dan di tahan.

"Namun hal ini tidak berlaku pada Ahok, aksi jutaan massa pada 212 juga tidak mampu menjadikan Ahok masuk tahanan," ujarnya.

"Hal inilah yang kemudian dilihat oleh publik sebagai sebuah permasalahan. Kemudian ketika Ahok menjadi terdakwa, pemerintahpun tak mau menonaktifkan yang bersangkutan," lanjutnya.

Ditegaskan, berbagai argumen dibuat sebagai alasan untuk tidak mengaktifkannya. Berbeda dengan para kepala daerah lainnya seperti Gatot (Gubernur Sumatera Utara non aktif),  Ratu Atut (Gubernur Banten non aktif) dll.

"Hal ini tentunya menambah kuat persepsi publik adanya perlakukan istimewa yang diberikan.Apalagi saat ini, para penggagas aksi-aksi terebut terlihat benar menerima perlakuan tidak adil," Aboebakar menegaskan.

Menurutnya, publik melihatnya mereka terima perlakuan yang kerap disebut dengan kriminalisasi. "Misalkan saja Habib Riziq diperkarakan tesisnya yang membahas Pancasila, padahal banyak beredar buku berisi ajaran PKI yang tidak di sentuh," ia mencontohkan.

"Atau pada kasus Bachtiar Nasir yang diproses berkait sumbangan aksi 212 dengan pasal TPPU, ini juga hal yang aneh. Publik akhirnya membandingkan dengan aliran dana ke Teman Ahok yang kerap di sebut di publik hingga 30 Miliar, kenapa tidak mendapatkan perlakukan serupa," lanjutnya lagi.

Akhirnya, kata Aboebakar, publik sepertinya memiliki sebuah persepsi adanya perlakuan tidak adil. Seolah Habib Riziq dan kawan-kawannya selalu dicari cari kesalahaanya.

Sedangkan Ahok selalu diberikan pembenarannya. "Saya rasa ini adalah pangkal persoalan yang harus disadari oleh semua pihak. Kita ini negara hukum, itu amanat UUD 1945," tutur Aboebakar.

"Kita harus utamakan keadilan sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila. Harus kita antisisipasi hal ini, jangan sampai akhirnya masyarakat menyimpulkan, hukum tumpul ke Ahok dan tajam ke Ulama. Kalau sampai ada kesimpulan seperti itu di hati masyarakat, bisa bahaya sekali," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini