TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Panja Minerba Komisi VII DPR RI, Syaikhul Islam Ali menegaskan peluang Pemerintah menang di arbitrase internasional sangat besar jika benar perusahaan tambang tembaga raksasa PT Freeport Indonesia (PTFI) akan melakukan gugatan.
Apalagi Indonesia juga mempunyai catatan sejarah bagus yakni menang ketika berhadapan di Arbitase.
Selain itu Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini tegaskan, posisi pemerintah Indonesia kuat ketika berhadapan dengan Freeport di arbitrase.
"Arbitrase adalah pilihan terakhir, tapi jika terpaksa ditempuh posisi pemerintah kuat karena bertindak sesuai konstitusi," tegas Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) kepada Tribunnews.com, Kamis (23/2/2017).
Apalagi kalau kritis, menurut Syaikhul Islam, sebetulnya banyak juga poin dalam Kontrak Karya (KK) yang tidak dilaksanakan Freeport sebagaimana mestinya.
"Seperti kewajiban divestasi dan bangun smelter," kata Syaikhul Islam.
Dia juga melihat isu pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan oleh Freeport hanya sebagai gula-gula saja. Freeport dari dulu banyak masalah ketenaga kerjaan.
Namun jika benar Freeport memakai isu ketenangakerjaan dalam polemik ini maka itu bisa semakin dalam membuat mereka jatuh jika main-main di situ.
Remaja di Tanah Datar Lecehkan Kitab Suci, Akui Disuruh Orang, Diupah Rp 50 Ribu, Kejiwaan Diperiksa
Viral Remaja Lecehkan Kitab Suci di Tanah Datar, Disuruh Orang Demi Rp50 Ribu, Kejiwaannya Diperiksa
Pesimistis
Sementara itu, suara berbeda digaungkan Anggota Komisi VII DPR Harry Poernomo yang mengaku pesimis jika pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan bisa menang melawan Freeport di arbitrase internasional.
"Saya pesimis bisa menang. Kita maju arbitrase kita tidak pernah menang," ujar Harry di komplek DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (23/2/2017).
Harry memaparkan Freeport saat ini menggunakan isu ketenagakerjaan untuk melemahkan pemerintah.
Ancaman PHK karyawan, kata Harry sering kali digunakan perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
"Freeport memahami kelemahan kita, seringkali menggunakan isu pengurangan pegawai," ungkap Harry.