Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Sudah sejak hari Selasa lalu (14/3), Gun Retno (48) membelenggu kedua kakinya, dengan kotak kayu yang diisi semen. Sejak hari itu juga, ia tidak lagi bisa berjalan seperti manusia normal.
Kotak kayu itu membelenggu kakinya hingga di bagian betis. Antara lalinya dan semen yang padat itu, hanya dilindungi oleh perban, dan rongga sedikit agar udara masih bisa mengalir di permukaan kulit kakinya yang disemen itu.
Kepada wartawan saat ditemui di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2017), ia mengaku keputusannya untuk mengecor kedua kakinya itu membuatnya tidak nyaman. Sejumlah permasalahan ia alami, mulai dari pegal-pegal, keram hingga gatal yang tidak terobati.
"Bahkan dokter menyarankan supaya semen di kaki saya ini dipecahkan, katanya suhu kaki saya tidak normal, tapi saya menolak," katanya.
Untuk bergerak, ia harus dibantu lebih dari satu orang. Kotak kayu berisi semen yang membelenggu kakinya harus dipindahkan masing-masing oleh satu orang. Selain itu untuk bergerak harus ada satu orang yang menggendongnya dari belakang.
Karena tidak bisa jalan, ia harus menggunakan troli, sama seperti petani asal sekitaran Gunung Kendeng, Jawa Tengah, yang kakinya dicor. Seperti hari ini, untuk keluar dari tempatnya istirahat menuju ruangan di tenagh kantor YLBHI, ia harus didorong oleh troli. Belum lagi untuk urusan buang hajat, ia terpaksa menggunakan pispot.
Petani palawija dari daerah Pati, Jawa Tengah itu untuk mengikuti aksi di Jakarta, ia terpaksa meninggalkan sawahnya yang seluas sekitar 1000 meter persegi. Walaupun demikian, aktivitas bertani di lahannya itu tidak terganggu, karena ada anak dan keponakan yang menggantikannya.
"Sama seperti semua petani yang kakinya dicor di sini, sawahnya masih ada yang mengurus, jadi nafkah keluarga tidak terganggu," katanya.
Sampai berapa hari ia mampu bertahan dengan kondisi tersebut, Gun Retno mengaku tidak tahu. Namun ia masih yakin bisa melanjutkan aksi penolakan terhadap pabrik semen di Gunung Kendeng itu, hingga Presiden Joko Widodo mendengar aksi mereka, dan mau menghentikan pendirian pabrik itu.