Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi kaget saat mendengarkan keterangan Handang Soekarno.
Diketahui Handang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak.
Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar Butar terkejut terhadap pengakuan Handang yang menerima uang Rp 2 miliar dari Country Director PT EK Prima Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair.
Handang mengaku uang tersebut adalah biaya konsultasi bukan suap menghilangkan surat tagihan pajak (STP) PT EK Prima Ekspor Indonesia.
Baca: Ipar Presiden Jokowi Bantah Terima Rp 1,5 Miliar Dari Pengusaha di Solo
"Permintaan terdakwa itu sekedar mempercepat proses atau pastikan bahwa akan ada pembatalan?" tanya Jhon Halasan.
"Mempercepat proses pembatalan," jawab Handang.
Dalam kesaksiannya, Handang mengaku tidak berperan dalam pembatalan surat tagihan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia.
Kata Handang, justru Ramapanicker yang menginformasikan pembatalan tersebut.
"Sudah (dibatalkan). Saat itu saya tahunya dari saudara terdakwa (Mohan) kalau tidak salah ingat waktu itu tanggal 7 Nopember, Yang Mulia," jawab Handang.
Keheranan hakim lantaran Handang mengaku tidak berbuat apapun atau bahkan menghubungi pihak lainnya.
Handang berdalih baru bisa mengerjakan permintaan Mohan mulai Desember.
Sementara STP tersebut batal pada Nopember.
"Kok gampang sekali cari dua miliar," kata hakim kepada Handang.
Handang kemudian mengiyakan pertannyaan tersebut.
Kata Handang, pembatalan STP tersebut tidak bisa diperkirakan waktunya.
Kebetulan, STP sudah batal saat Handang belum berbuat.
"Saya sendiri waktu itu tidak tahu STP dibatalkan. Jadi saya menerima surat pembatalannya pun dari hasil kopian terdakwa Yang Mulia," kata Handang.
Permintaan untuk membereskan masalah tersebut sudah pernah disampaikan Direktur Operasional PT Rakabu Sejahtera Arif Budi Sulistyo yang juga ipar Presiden Joko Widodo.
Surat Tagihan Pajak (STP) PT EK Prima Ekspor adalah Rp 78 miliar.
Rajamohanan sebelumnya menjanjikan sepuluh persen atau Rp 7,8 miliar.
Namun yang disepakati adalah Rp 6 miliar.
Dari Rp 6 miliar tersebut, Handang baru menerima 148.500 Dolar atau Rp 2 miliar.
Saat menerima uang tersebut, Handang dan Mohan ditangkap Komisi Pemberantasan korupsi.