TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpilihnya Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia periode 2017-2019 mendapat pertentangan. Sejumlah pihak menilai terpilihnya OSO inkonstitusional dan ilegal.
Ketua Umum Partai Hanura itu terpilih secara aklamasi di sidang paripurna di Nusantara V Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (4/4). Dia didampingi dua wakil ketua, yaitu Nono Sampono dan Damayanti Lubis.
Pengambilan sumpah jabatan dilakukan oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Non Yudisial, Suwardi. Dia menggantikan Ketua MA, Muhammad Hatta Ali yang berhalangan hadir karena sedang menunaikan ibadah umroh.
Penetapan OSO sebagai Ketua DPD RI itu ditentang Wakil Ketua DPD RI periode 2014-2019, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas. Dia mendesak MA segera membatalkan pengambilan sumpah jabatan kepada pimpinan DPD periode 2017-2019 hasil paripurna ke-9.
Permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono X itu menilai pengambilan sumpah tersebut bertentangan dengan putusan MA yang memutuskan membatalkan Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2017 tentang tata tertib DPD.
"Kami meminta dengan segera MA membatalkan tindakan sumpah tersebut," tutur Hemas ditemui di rumah dinas pimpinan DPD, Jakarta Selatan, Rabu (5/4).
Selain mendesak supaya MA mencabut sumpah jabatan pimpinan DPD RI, senator dari Daerah Istimewa Yogyakarta itu meminta Suwardi menjelaskan kepada publik mengenai langkah memimpin pengambilan sumpah jabatan para pihak yang terpilih dalam paripurna tersebut.
Dia menegaskan, desakan kepada Suwardi dan MA membatalkan sumpah jabatan bukan sebagai upaya mempertahankan kekuasaan, melainkan mematuhi aturan hukum.
Dia memberikan batas waktu selama 1X24 jam sejak keterangan pers disampaikan supaya MA memenuhi permintaannya tersebut.
Meskipun memberikan batas waktu, dia mengaku belum mempersiapkan langkah hukum atas tindakan MA itu.
Dia masih menunggu itikad baik dari MA untuk menjelaskan ke publik.
"Ini bukan soal kekuasaan, tetapi politik harus tunduk pada hukum. Jika tidak bisa menjelaskan dalam waktu 1X24 jam, kami meminta MA segera membatalkan," tegas Hemas.
Sejauh ini, dia menilai, tidak ada kekosongan posisi pimpinan DPD. Sebab, masa jabatan dirinya belum habis dan sama sekali tidak pernah menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya.
"Saya selaku pimpinan DPD yang sah periode 2014-2019 tidak pernah menyatakan mengundurkan diri apalagi dinyatakan berakhir. Direbutnya pimpinan sah DPD adalah di luar batas rasionalitas nalar politik dan hukum. Puncak drama ini seolah Dewi Keadilan sedang menghujam pedang keadilan ke jantungnya sendiri," kata dia.