TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi X DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Perbukuan (RUU Sisbuk) untuk disahkan dalam Pembahasan Tingkat II atau Rapat Paripurna Dewan.
Dengan disahkannya RUU ini, diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk membangun dan mengembangkan budaya literasi, sehingga mampu bersaing di tingkat global.
Demikian menjadi kesimpulan Rapat Kerja antara Komisi X dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Agama, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (04/4/2017).
Dalam laporannya, Ketua Panja RUU Sisbuk sekaligus Wakil Ketua Komisi X DPR Sutan Adil Hendra mengatakan, sebagai upaya melaksanakan upaya konstitusi Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan UUD 1945 Pasal 31 Ayat 5, Pemerintah berkewajiban menjamin tersedianya buku bermutu, murah dan merata sebagai salah satu sarana membangun dan meningkatkan budaya literasi masyarakat Indonesia.
“Dalam upaya peningkatan budaya literasi, perlu perhatian khusus dari pemerintah guna mendorong masyarakat berperan dalam tingkat global untuk penyelenggaraan tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggungjawabkan melalui sistem perbukuan,” jelas Sutan.
Politisi F-Gerindra itu menambahkan, pembahasan RUU Sisbuk dalam Panja menyepakati bahwa konsep dan arah kebijakan perbukuan hanya mengatur norma pokok untuk menjawab permasalahan nasional. Pokok-pokok pengaturan itu menjamin ketersediaan buku bermutu, murah dan merata, baik buku umum, maupun buku pendidikan, yang dalam hal ini buku teks dan buku pendamping.
“Yang dimaksud dengan mutu, adalah bahwa buku bermutu harus memenuhui standar isi, penyajian, desain, grafika, yang telah ditetapkan dalam setiap proses tahapan, yaitu perolehan naskah buku, pengeditan, pengilustrasian, dan pendesainan buku,” imbuh Sutan.
Sementara yang dimaksud dengan murah, yaitu buku terjangkau dari segi harga sesuai dengan daya beli masyarakat, terutama buku-buku pendidikan yang berkualitas melalui penyediaan yang dilakukan pemerintah.
“Sehingga dibutuhkan politik anggaran perbukuan yang fokus pada penyediaan buku teks utama, tanpa dipungut biaya yang digunakan dalam proses pembelajaran 9 dan 12 tahun,” tambah Sutan.
Sementara yang dimaksud dengan merata, yaitu buku tersedia dan tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia, termasuk buku-buku untuk penyandang disabilitas, dan daerah 3T (terluar, terdepan, dan tertinggal) di Indonesia.
“Draf RUU Sisbuk versi 3 April 2017 terdiri dari 12 Bab dan 72 Pasal. Pembahasan RUU Sisbuk selama 10 bulan oleh Panja telah mengalami banyak dinamika dan romantika. Dan menghasilkan rancangan yang maksimal tentang sistem perbukuan,” tutup politisi asal dapil Jambi itu.
Sebelumnya, 10 Fraksi DPR menyampaikan pandangan mini fraksi. Kendati memberikan beberapa catatan, seluruhnya menyetujui agar RUU Sisbuk untuk dibawa ke Pembahasan Tingkat II atau Paripurna. (Pemberitaan DPR RI)