TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo menyatakan perkembangan teknologi tak bisa dibendung.
Perubahan sistem analog ke digital merupakan sebuah kebutuhan yang memberikan berbagai dampak positif.
Menurutnya, jika dilihat dari berbagai aspek, digitalisasi merupakan keniscayaan terutama dalam memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara bukan pajak, yakni mencapai 5 triliun per tahun.
“Digitalisasi merupakan suatu keharusan, namun kami juga mengingatkan pemerintah agar transisinya jangan terburu-buru,” ungkap Firman usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Baleg dengan Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kominfo terkait pembahasan RUU Penyiaran di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (04/4/2017).
Politisi dari F-PG itu menambahkan, transisi dari analog ke sistem digital tidak dilakukan teburu-buru tetapi harus mempertimbangkan juga kemampuan pelaku usaha nasional dan kesiapan masyarakat.
“Karena ini memang padat modal dan padat teknologi, kami harapkan jangan sampai ini menjadi domain daripada investasi asing,” sambung Firman.
Lebih lanjut, ia menjelaskan pembatasan investasi asing dalam bisnis media akan dimasukkan ke dalam draft RUU Penyiaran. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan agar pelaku usaha nasional tetap mendominasi usaha penyiaran di Indonesia.
“Semua sumber daya alam dikuasai asing dan ini tidak boleh terjadi dalam dunia penyiaran. Ini harus dikuasai oleh anak bangsa sendiri. Di satu sisi, kalau kita menutup investasi asing nanti bisa menimbulkan implikasi terhadap gugatan, tetapi kalau kita membatasi, saya rasa tidak ada implikasi,” terangnya.
Sebelumnya, sambung Firman, Komisi I mengusulkan investasi asing 0 persen, namun Baleg mengusulkan pembatasan investasi asing maksimal 20 persen. (Pemberitaan DPR RI).