TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tujuh orang calon Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah terpilih melalui voting yang dilaksanakan oleh DPR usai melakukan uji kelayakan dan kepatutan pada Rabu (6/4/2017) lalu.
Lima dari nama yang ada merupakan komisioner KPU yang berasal dari daerah, sedangkan dua lainnya merupakan incumbent di KPU RI.
Sebagai lembaga yang diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945, KPU dan Bawaslu bersinergi untuk melakukan penyelenggaraan pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia (Luber).
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Jimly Asshiddiqie mengatakan mereka yang terpilih haruslah memiliki integritas dan kualitas tertinggi dalam bidangnya.
Baca: Komisioner KPU Temui Presiden Jokowi
Pemberian Bintang Penegak Demokrasi dari Istana kepada dua lembaga yaitu KPU dan Bawaslu pada 2016 lalu, bukanlah tanpa alasan. Hal itu yang menjadikan penyelenggara pemilu menjadi satu dari sekian banyak lembaga yang bertugas untuk menegakkan demokrasi di Indonesia.
Terpenting, kata Jimly, mereka yang sudah terpilih, haruslah dapat menjaga independensi mereka agar lembaga tersebut tetap mandiri dan dipercaya oleh masyarakat.
"Bagi mereka yang sudah terpilih, saya berharap agar tetap dapat menjaga independensi sebagai penyelenggara pemilu yang tidak boleh memihak terhadap siapapun," ujarnya di Jakarta, Senin (10/4/2017)
Pentingnya independensi KPU, lanjut Jimly, menjadi hal yang mutlak terjadi. Dia mengatakan sesungguhnya berat jika harus memecat seorang komisioner KPU yang melakukan tindakan melanggar kode etik.
"Lima tahun, DKPP berdiri, kami sudah memecat 400 orang komisioner penyelenggara pemilu. Kebanyakan masalahnya adalah mereka menjual netralitasnya kepada pasangan calon. Saya berharap ini tidak terjadi di KPU RI," kata dia.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay yang mengatakan bahwa Komisioner yang nantinya akan menempati kursinya harus berpegang teguh pada kode etik dan azas penyelenggaraan pemilu.
Apalagi, jika Komisioner KPU terpilih dihadapkan pada suatu masalah yang cukup sulit. Ketujuh komisioner diharapkan mampu bertindak secara efisien dan mandiri tanpa ada tekanan siapapun.
"Paling penting, sesungguhnya adalah mengenal lembaga ini secara utuh dan keberanian bekerja untuk berpegang teguh kepada prinsip penyelenggara," kata dia.
Tantangan Pemilu Serentak 2019
Setidaknya, terdapat dua agenda politik besar yang ada di depan mata Komisioner KPU yang terpilih, Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu Serentak 2019.
Jimly mengatakan bahwa Pemilu Serentak merupakan hal yang paling rumit karena masyarakat selain harus memilih anggota legislatif, tetapi juga memilih presiden dan wakil presiden.
"dan yang pasti ada perkembangan regulasi baru. Bagaimana komisioner KPU terpilih ini bisa menyingkronkan aturan mereka dengan sistem yang ada, memang ini cukup rumit," ujarnya.
Sementara itu, Komisioner KPU, Ida Budhiati menyampaikan calon pimpinan KPU yang akan dilantik pada 12 April 2017 lusa, haruslah dapat bekerja secara kolektif kolegial demi pemilu yang berkualitas.
Selain itu juga dapat berkomunikasi dan berkoordinasi secara baik kepada seluruh jajaran KPU yang berada di daerah serta dapat berkomunikasi dengan pemangku kebijakan di tingkat pusat.
"KPU ini sebuah lembaga yang tidak berdiri sendiri, ada jajaran di tingkat daerah dan harus saling bersinergi. Untuk penyelenggaraan, kita juga harus bisa saling berkoordinasi dengan pihak lain, ini yang penting diperhatikan oleh komisioner selanjutnya. Apalagi dalam Pemilu Serentak 2019," kata Ida.
Namun begitu, dirinya optimis kepada penyelenggara pemilu yang akan dilantik, melihat dari pengalaman dan juga rekam jejak di kepemiluan. Sehingga tantangan dan rintangan ke depan, dapat dijalani secara baik.