TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kembali mengadakan sidang Paripurna. Dan untuk kali keduanya para senator tersebut kembali mempertontonkan kericuhan.
Kericuhan diawali saat Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang (Oso) menjadi pimpinan dalam rapat pertamanya tersebut. Oso tiba sekitar pukul 13.30 WIB didampingi oleh Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono.
Saat rapat ingin dibuka Oso, beberapa anggota DPD RI mulai protes. Aksi kontroversi dari sejumlah senator terkait adanya dualisme kepemimpinan di DPD RI.
Mereka meminta agar masalah tersebut bisa segera diselesaikan terlebih dahulu. Oso yang sudah berada di atas podium kursi pimpinan sidang DPD RI pada awalnya hanya mendengar keluh kesah anggota yang protes.
Kemudian Oso memutuskan untuk menskors rapat, bukan karena adanya aksi protes melainkan anggota DPD RI yang belum hadir masih cukup banyak. "Sebelum mulai sidang paripurna, saya melihat absen, baru 36, saya pikir sidang ini perlu diskors sampai 15 menit," ujar Oso.
Usai Oso ketuk palu, lagi-lagi ada anggota DPD RI kembali mengeluarkan pengeras suaranya. Tanpa ada izin interupsi mereka kembali mempertanyakan masalah kepemimpinan.
Oso pun hanya tersenyum melihat anggota DPD RI yang berteriak-teriak melakukan protes. Bahkan Oso mengingatkan waktu skors sudah lewat 15 menit.
"Saya mau buka sidang ini," ujar Oso.
Aksi protes pun berhenti secara bersamaan ketika Oso mengajak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Mereka pun langsung berhenti berbicara dan ikut menyanyikan lagu kebangsaan.
Setelah selesai menyanyi, beberapa anggota itu pun kembali melakukan protes. Oso yang mulai terpancing emosinya memberi peringatan kepada anggota dewan agar lebih sopan.
"Interupsi Pak OSO. Pak OSO interupsi," ujar senator asal Sulawesi Tengah, Nurmawati.
OSO pun bertanya apakah yang protes-protes ini telah mengisi absen. Karena jika belum, tak boleh bersuara.
"Tatib yang mana, Pak OSO nggak boleh bicara kalau nggak absen. Baca tatibnya," tanya senator Jambi, Juniwati.
OSO kemudian mengambil keputusan anggota yang tak absen tidak boleh bersuara dengan mengetok palu. Putusannya menimbulkan protes lanjutan.
"Pak OSO, tatib mana. Interupsi, Pak OSO!" ujar salah satu anggota.