TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai NasDem, Ahmad Ali, menyoroti 19 kepala distrik di Kabupaten Jayapura, Papua, yang dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian karena diduga menolak pemungutan suara ulang dalam pilkada di daerahnya.
Ali menduga kasus ini sebagai hal yang mengandung rekayasa.
"Saya akan bersama sama dengan Komisi III turun ke lapangan, melakukan penyelidikan dan investigasi," kata Ahmad Ali, lewat pesan singkat yang diterima, Sabtu (15/4/2017).
Dia menjelaskan 19 kepala distrik itu sebenarnya bermaksud membuat rekomendasi kepada Kementerian Dalam Negeri terkait dengan kondisi pasca-pilkada.
Namun selanjutnya, 19 kepala distrik itu malah dijemput paksa ke rumah masing-masing oleh polisi bersenjata, ada pula orang-orang yang dicekal tak boleh bepergian lewat Bandara Sentani.
"Cara polisi melakukan penangkapan 19 kepala distrik melukai cara keadilan, cara aparat tidak wajar, kepala distrik bukan teroris atau penjahat. Mereka hanya menyurati atasannya, atas kondisi di daerahnya," kata Ahmad Ali.
Para kepala distrik itu diduga menolak pemungutan suara ulang 3 Maret lalu. Ali melihat memang syarat pemungutan suara ulang tak terpenuhi.
"Kami tidak menemukan syarat PSU dipenuhi, keberatan Panwas untuk mengeluarkan PSU (pemungutan suara ulang) adalah satu desain yang sengaja diciptakan untuk kelompok tertentu," katanya
Ali, yang punya daerah pemilihan di Sulawesi Tengah ini melihat ada rekayasa politis dalam kasus ini. Seharusnya, perkara pilkada seperti itu dibawa ke Mahkamah Konstitusi, bukan ditangani polisi dan disidang di Pengadilan Negeri kelas I Jayapura.
"Seharusnya kalau surat rekomendasi 19 kepala distrik yang dianggap sebagai pelanggaran pilkada, harusnya dibawa ke Mahkamah Konstitusi, bukan polisi yang menjadikan kepala distrik sebagai tersangka dan disidangkan di pengadilan negeri," katanya.
Untuk itu Ali sudah bertemu dengan 19 kepala distrik dan sejumlah tokoh adat Kabupaten Jayapura. Dia kini ingin Presiden Jokowi menaruh perhatian pada kasus ini dan mengevaluasi kepolisian di Papua.