News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik HTI

Pemerintah Tidak Boleh Sembarangan Bubarkan HTI

Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa saat memaparkan catatan akhir tahun LBH Jakarta 2016, di kantor LBH Jakarta, Sabtu (17/12/2016). LBH Jakarta mencatat selama tahun 2016 terjadi kemunduran demokrasi dan kalahnya negara hukum, dimana terlihat dari sejumlah kasus seperti kriminalisasi aktivis buruh dan pemasungan hak minoritas. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengumuman pembubaran organisasi masyarakat (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah tindakan yang arogan menurut Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa.

Pasalnya pembubaran sebuah organisasi harusnya dilakukan sesuai proses hukum yang berlaku.

"Wacana pembubaran ormas HTI yang dikemukakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan serta Menteri Dalam Negeri, merupakan pernyataan yang arogan, anti demokrasi, inkonstitusional dan melawan hukum," ujarnya seperti dikutip Tribunnews dari siaran pers resmi LBH.

Pemerintah melaui Menteri Koordintor Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, Senin lalu (8/5), mengumumkan pembubaran HTI.

Alasannya, HTI dianggap tidak berkontribusi terhadap pembangunan, bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Masalahnya, pemerintah belum mengirimkan surat peringatan apapun ke pihak HTI.

Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto seperti yang diberitakan sebelumnya, mengklarifikasi hal tersebut ke Tribunnews.com.

Sesuai dengan Undang-Undang nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan (ormas), pengajuan pembubaran ormas berbadan hukum ke pengadilan baru dapat dilakukan setelah pemerintah melakukan tindakan administrasi berupa peringatan sebanyak tiga kali kepada ormas yang dianggap melanggar larangan.

"Apabila peringatan sebanyak tiga kali masih dihiraukan maka pemerintah dapat memutus aliran dana pemerintah kepada ormas tersebut, dan jika tidak ada aliran dana pemerintah, maka ormas tersebut dapat dijatuhi sanksi penghentian sementara kegiatan ormas," katanya.

Jika tidak dihiraukan juga, maka Kemenkumham bisa meminta pertimbangan Mahkamah Agung (MA), untuk mencabut status hukum ormas tersebut.

Setelah mendapat rekomendasi dari MA, Kemenkumham lalu mengirimkan permintaan tertulis ke Kejaksaan Agung. Pihak Kejaksaan mendaftarkan permohonan tersebut ke pihak pengadilan.

Terlepas dari proses hukum yang berlaku, harus diingat bahwa Indonesia didirikan berdasarkan prinsip demokrasi dan kemerdekaan.

Sejatinya pembubaran ormas adalah hal yang bertentangan dengan prinsip demokrasi.

"Meskipun ormas yang hendak dibubarkan adalah ormas yang melawan demokrasi, namun prinsip-prinsip demokrasi harus dapat dinikmati oleh semua orang tanpa terkecuali, bahkan yang anti demokrasi sekalipun," katanya.

"Jika orang-orang HTI melakukan pelanggaran hukum, atau ada ancaman keamanan, maka seharusnya terhadap mereka dilakukan penegakkan hukum sesuai dengan aturan yang berlaku di KUHP atau aturan pidana lainnya, bukan organisasinya yang dibubarkan," katanya.

Yang perlu dikhawatirkan adalah, jika kebijakan tersebut disalahgunakan.

Bukan tidak mungkin pembubaran juga dilakukan terhadap ormas lain, termasuk ormas yang terus mengkritik pemerintah.

Oleh karena itu semua kebjakan pemerintah terkait ormas, harus dilakukan sesuai aturan yang ada.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini