TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana korupsi proyek wisma atlet di Palembang, Angelina Sondakh menangis saat bersaksi untuk terdakwa Choel Mallarangeng di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Pasalnya Angelina Sondakh merasa ditekan penasihat hukum Choel untuk mengakui pertemuan di Hotel Atlet Century sekitar tahun 2010.
Saat itu pengacara Choel, Luhut MP Pangaribuan bertanya apakah Angelina Sondakh pernah rapat bersama dengan Direktur Refa Medika Lisa Lukitanawati di hotel tersebut.
"Saya tidak kenal Bu Lisa. Saya sudah berusaha menjelaskan apa yang saya ketahui. Kalau saya dicecar begitu saya keberatan. Saya di sini sudah bersedia memberikan penjelasan. Saya mohon dihargai pengacara," kata Angie di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Dalam penjelasannya, Angelina Sondakh mengatakan sudah memberikan penjelasan mengenai dugaan rapat di Hotel Atlet Century tersebut.
Politikus Partai Demokrat itu meminta agar ditunjukkan dokumen yang menandakan dia rapat pada tanggal dan bulan secara spesifik sesuai dengan yang ditanyakan penasehat hukum Choel.
"Betul nggak saudara tidak ingat persis apakah saudara rapat di Hotel Century hari Sabtu sekitar Juni atau Juli?" tanya Luhut Pangaribuan.
"Pak tujuh tahun yang lalu mana saya ingat tanggalnya. Tolong tunjukkan saya dokumennya. Saya 2015 sudah dipenjara. Jadi mengingat itu tanggal persisnya sangat sulit bagi saya. Yang saya tahu kalau saya dibantu dokumen ketika sudah diretapkan RKAAKL (Rencana Kerja & Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) tidak ada lagi rapat selanjutnya," ujar Angelina Sondakh.
Luhut kemudian kembali bertanya kepada Angie. Kata Luhut, Lisa tidak pernah mengatakan rapat dengan Angie. Lisa hanya mengatakan pernah ditelepon agar segera mengikuti rapat di Hotel Century.
Ketika Lisa tiba, rapat sudah berjalan dan yang memimpin rapat adalah Angie.
"Saya tolong dibantu mendingan menghadirkan semua yang disebut. Panggil Pak Wafid. Tujuh tahun yang lalu dipaksa untuk mengingat. Bapak tidak pernah dipenjara sih," kata Angie sembari menangis.
Angie menegaskan ingin membantu kasus tersebut agar terang bendarang dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
"Saya ingin membantu, enggak ada lagi yang saya tutup-tutupi Pak. Tapi mengingat tanggal hari Sabtu bulan apa saya bilang tolong saya dibantu. Kasih saya dokumen kapan ditandatangani. Bapak bilang tolong diingat-ingat. Saya merasa tertekan," kata dia.
Majelis hakim kemudian menengahi dan menyarankan agar Angie cukup menjawab ingat atau tidak ingat.
"Saya tidak ingat Pak," kata dia.
Saat ditemui usai sidang, Angie mengaku terintimidasi dengan pertanyaan pengacara Choel sehingga terbawa emosi saat menjawabnya.
Ia merasa namanya diseret-seret dalam sidang Choel karena statusnya sudah terpidana.
"Kenapa saya lagi? Apakah karena kadung Angie sudah dipenjara? Jangan karena saya sudah dipenjara, seolah mereka orang baik dan malaikat, saya yang jahat," kata Angie.
Choel dijerat karena dugaan korupsi pembangunan atau pengadaan atau peningkatan sarana prasarana Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor tahun anggaran 2010-2012.
Choel sendiri sebelumnya pernah mengakui menerima uang Rp 2 miliar dari Direktur Utama perusahaan subkontraktor pelaksana proyek Hambalang, PT Global Daya Manunggal, Herman Prananto.
Choel juga mengakui menerima sejumlah uang dari Deddy Kusdinar.
Baca: Penyidik KPK Kantongi Nama-nama Tersangka Baru Kasus e-KTP
Saksi Diancam
Jaksa penuntut umum KPK menghadirkan Direktur Utama CV Rifa Medika Lisa Lukitawati sebagai saksi dalam sidang perkara korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Ia bersaksi untuk terdakwa Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias Choel Mallarangeng.
Lisa dihadirkan kembali dalam sidang untuk dikonfrontasi dengan mantan anggota Komisi X DPR RI Angelina Sondakh alias Angie yang juga dihadirkan sebagai saksi.
Lisa ditanyakan soal pertemuan tertutup anggota Komisi X DPR di Hotel Atlet Century, Jakarta, medio Mei-Juni 2010.
Saat itu, Lisa mengaku tidak mengetahui pasti apa yang dibahas dalam rapat tersebut. Namun, ada beberapa kata yang seingatnya dilontarkan Angie di sana.
"Ada kalimat Komisi X, ada kalimat anggaran, kalimat Rp 900 miliar, ada kalimat bahasa Indonesia-nya multiyears Tahun jamak. Itu yang saya saksikan dan saya pahami," ujar Lisa.
Dalam sidang tersebut, Lisa juga mengklarifikasi soal adanya ancaman terhadapnya.
Dalam sidang sebelumnya, ia mengaku diancam oleh sejumlah pihak. Bahkan, Lisa sampai menangis saat bersaksi di depan persidangan. Jaksa kemudian meminta Lisa menjelaskan soal ancaman itu.
"Sebenarnya yang menakutkan, salah satu ancaman ke saya untuk tidak mengungkap pertemuan di Century oleh beberapa pihak. Pihak yang ancam saya beragam, ada tiga pihak," kata Lisa.
Lisa bertanya-tanya, apa pentingnya rapat tersebut sehingga ia diancam. Ia menyebut salah satu ancaman kepada dirinya, yakni oleh orang-orang yang melindungi Angie.
"Saya prihatin (dengan kabar itu), Angie tidak pernah intimidasi saya," kata Lisa.
"Kalau dari anggota DPR ada? Ancamannya bagaimana?" tanya jaksa.
Lisa menganggap ada juga tekanan dari DPR, namun ia tidak mengetahui persis namanya.
Kemudian, Lisa mengaku pernah mendapat ancaman dari seseorang bernama Muhammad Arifin pada 2011. Namun, ia tidak menyebutkan dari mana Arifin berasal.
"Yang di situ setiap dia bicara selalu pegang BAP Yulianis," kata Lisa.
Namun, ucapan Lisa dipotong oleh hakim ketua Baslin Sinaga. Hakim menganggap paparan Lisa tidak sesuai dengan agenda konfrontasi hari ini.
"Saksi diundang untuk konfrontasi, bukan menambahkan keterangan, ya," kata hakim Baslin kepada jaksa.
Akhirnya, pernyataan Lisa soal ancaman itu tidak dilanjutkan. (eri/kps/wly)