TRIBUNNEWS.COM - Sekretariat Jenderal DPR RI menerima DPRD Samarinda dan DPRD Kabupaten Lombok Barat di Gedung Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/05/2017). Keduanya mempertanyakan alokasi transfer daerah dalam APBN yang dinilai semakin rendah.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Pusat Kajian Anggaran Asep Ahmad Syaifullah, mengatakan hal ini bisa saja terjadi karena dalam perspektif pemerintah daerah, kenaikan transfer pemerintah pusat harus lebih besar daripada kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Padahal, sambungnya, jika berbicara dalam perspektif nasional, APBN sangat bergantung pada kondisi APBN itu sendiri.
“Artinya, apakah penerimaan negara yang terhimpun mampu mendukung terhadap peningkatan transfer daerah,” ungkapnya.
Belum lagi, secara makro APBN sangat dipengaruhi situasi ekonomi global. Disamping itu, menurutnya, formulasi APBN banyak bersifat mandatory spending. Dimana banyak alokasi anggaran yang mau tidak mau diprioritaskan. Misalnya, dana pendidikan 20 persen, dan dana kesehatan sebesar 5 persen dari APBN.
“Ketika ini dipenuhi barulah pemerintah pusat bicara soal anggaran pemerintah pusat dan transfer daerah. Jadi, transfer daerah sangat dinamis, kalau penerimaan negara kurang bagus atau berkurang, otomatis transfer daerah yang sudah dibicarakan akan turun,” urainya.
Selain itu, ia melanjutkan, komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) turut berpengaruh dalam penerimaan berbagi hasil. Jika, dana PNPB suatu daerah menurun, otomatis transfer daerah pun menjadi turun.
“Karena persoalannya begini, maka tata kelola APBD harus diperbaiki. Artinya, kalau kita bicara penganggaran harusnya ada skenario A dan B. Ketika anggarannya sudah ditentukan bahwa akan dapat transfer segini, daerah berlomba-lomba menyusun perencanaan kebutuhan. Padahal, belum tentu hasilnya segitu. Harusnya di daerah bisa mempersiapkan konsep multiplanning, action planning, dan cash planning,” tutupnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Samarinda Helmi Abdullah mengeluhkan APBD Samarinda yang terjun bebas akibat pemotongan dana DAK bagi hasil. Selanjutnya, ia juga menyoroti program pemerintah yang membangun dari pinggiran. Menurutnya, kebijakan ini tidak banyak berimbas di Kalimantan Timur.
“Yang terasa di daerah Jawa, dan mungkin Papua karena berada di ujung. Kalau kita di tengah ini tidak ada pengaruh. Keluhan-keluhan yang sangat kami butuhkan tanggapan dari pemerintah pusat,” terangnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Lombok Barat Sulhan Muchlis mempertanyakan pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU). Menurutnya, DAU di beberapa daerah hitung berdasarkan luasan laut, tidak hanya daratan.
Sementara, hal ini tidak berlaku di daerah kepulauan lainnya, seperti di Provinsi NTB.
“Mungkin DPR dan pemerintah juga harus memberikan mekanisme dan penganggaran yang sama dengan daerah lain,” harapnya. (Pemberitaan DPR RI)