TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa sebagai respon atas maraknya penggunaan media sosial oleh masyarakat belakangan ini.
Dalam acara diskusi publik dan jonferensi pers Fatwa Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial, di Kantor Kominfo Jalan Medan Merdeka, Jakarta, Senin (5/6/2017) sore, Ssekretaris MUI Asrorun Ni'am membacakan isi fatwa tersebut.
"Setiap muslim yang bermuamalah (bersosialisasi) melalui media sosial diharamkan untuk melakukan ghibah, fitnah, namimah (adu domba) dan penyebaran permusuhan," ujar Asrorun.
Selain itu diharamkan pula setiap muslim menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan dan segala hal yang terlarang secara syar'i.
Fatwa MUI juga melarang kegiatan memproduksi, menyebarkan atau membuat konten yang tidak benar (hoax) kepada masyarakat.
Begitu juga dengan usaha mencari-cari informasi mengenai aib, gosip dan kejelekan orang lain.
"Memproduksi atau menyebarkan informasi yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar hukumnya haram. Juga menyebarkan konten yang sifatnya pribadi ke khalayak padahal konten itu tidak patut, juga haram," sebutnya.
"Terakhir aktivitas buzzer di medsos yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah dan hal lain yang sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan baik ekonomi maupun non ekonomi hukumnya haram. Demikian juga orang yang menyuruh atau mendukung jasa dan orang yang memfasilitasinya juga diharamkan," sebut Asrorun.
Fatwa MUI yang dibacakan tersebut tercantum dalam Fatwa MUI No. 24 Tahun 2017 Tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.
Fatwa tersebut telah diserahkan langsung oleh Ketua MUI KH Ma’ruf Amin kepada Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Rudiantara untuk disebarluaskan.
Reporter : Al Sobry