Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepekan ini ketegangan melanda kawasan Timur Tengah yang bermula ketika pada Senin (5/6/2017) Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain tiba-tiba memutus hubungan dengan Qatar.
Langkah tersebut kemudian diikuti oleh Mesir, Yaman, Libya, Mauritania, bahkan Maladewa. Sejak itu, sejumlah negara pun menutup perbatasan dan segala akses perhubungan dengan Qatar.
Negara bersengketa juga mengimbau warganya untuk segera meninggalkan Qatar.
Negara-negara itu menuding Qatar mendukung Iran, kelompok pemberontak, dan teroris. Namun, Qatar menampik tuduhan ini dan berharap sejumlah negara Teluk lainnya seperti Kuwait mau membantu menyelesaikan krisis diplomatik ini.
Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, angkat bicara soal krisis Timteng ini mulai dari kepentingan nasional Indonesia yang sedikit banyak akan terganggu hingga kekhawatiran terjadinya konflik terbuka atau perang seperti yang telah terjadi di Suriah, Yaman, atau tragedi Perang Teluk.
“Tentu saya mendorong Pemerintah untuk melindungi national interest kita seperti keselamatan dan kelancaran aktivitas WNI di Timteng khususnya di Qatar mengingat ada 43 ribu warga kita di sana,” kata Jazuli dalam keterangan tertulis, Selasa (13/6/2017).
Selain itu, yang paling terdampak adalah perjalanan ibadah ke Makkah yang terkendala penutupan jalur transit dari dan ke Doha, hingga potensi kerugian ekspor Indonesia ke Timteng menuju atau melalui Qatar akibat ditutupnya akses masuk ke negara ini dari negara-negara berbatasan.
“Pemerintah pasti telah mengkalkulasi dampak politik dan ekonomi krisis ini dan hendaknya segera menyusun langkah-langkah pro aktif dan rekonsiliatif dengan tetap berpedoman pada politik luar negeri kita yang ‘bebas aktif’,” ujarnya.
Terkait langkah pemerintah sejauh ini, Anggota Komisi I ini memuji langkah cepat dan strategis Menlu Retno Marsudi yang menghubungi semua Menlu negara-negara yang terlibat dalam krisis, menyampaikan keprihatinan dan menyerukan agar semua pihak menahan diri dan mengutamakan rekonsiliasi soal krisis Qatar.
“Saya menyambut baik langkah Menlu yang menegaskan kesiapan Indonesia berkontribusi dalam mencegah memburuknya krisis diplomatik antara sejumlah negara Timteng dengan Qatar. Statemen ini penting karena Indonesia dan dunia tidak ingin krisis Teluk seperti perang Iran-Irak atau Irak-Kuwait terulang kembali,” akunya.
Alasannya jelas, lanjut Jazuli. Krisis Teluk akan berdampak luas bukan saja bagi negara di kawasan tapi juga negara di luar kawasan termasuk Indonesia terutama akibat fluktuasi minyak dunia dan instabilitas politik keamanan negara-negara Arab.
“Jangan sampai isolasi yang dilakukan negara kawasan kepada Qatar menyulut pecahnya perang seperti tragedi Perang Teluk pada Dekade 1980-an dan 1990-an,” kata Jazuli.
Anggota Komisi Luar Negeri ini melihat peluang besar Indonesia bersama-sama dengan Turki dan Kuwait untuk menjadi fasilitator dan komunikator agar permasalahan ini cepat selesai.
“Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia bersama dengan Turki dan Kuwait yang dipercaya oleh Qatar bisa bekerja keras menggalang solidaritas untuk penyelesaian masalah ini,” katanya.
Secara pribadi, Jazuli Juwaini, menilai isolasi atau blokade ekonomi dan politik terhadap Qatar sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah. Cara-cara isolasi ini cara kuno yang dipakai semasa perang dunia. Cara yang lebih maju dan relevan untuk saat ini tentu saja dialog dan diplomasi bermartabat.
“Hentikan isolasi atau blokade karena akan menyulut perang yang jelas kerugiannya bagi pihak-pihak berseteru, kawasan, dan dunia. Akan jatuh banyak korban jiwa dan dampak kemanusiaan lainnya,” kata Jazuli.