Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melanjutkan kerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk membangun sistem peringatan dini longsor atau gerakan tanah.
Penerapan sistem peringatan dini longsor dilakukan di 24 lokasi yang tersebar di 15 Provinsi di Indonesia. Tujuannya untuk menurunkan indeks resiko bencana di Indonesia.
“Fokus lokasi penerapan 24 sistem peringatan dini gerakan tanah pada 2017 berada di 4 daerah perbatasan atau terluar, 4 daerah tertinggal dan 16 daerah pariwisata yang tersebar di seluruh Indonesia,” ujar Direktur Kesiapsiagaan BNPB Medi Herlianto dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews, Sabtu malam, (17/6/2017).
Provinsi dan lokasi pembangunan sistem peringantan dini longsor tersebut yakni , Papua (Nabire), Maluku Utara (Ternate, Pulau Morotai), NTB (Bima), NTT (Alor, Belu, Ngada), Gorontalo (Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo), Sulawesi Barat (Bantaeng), Sulawesi Utara (Bitung, Minahasa, Minahasa Utara, Minahasa Selatan).
Selain itu juga, Kalimantan Utara (Nunukan), Kalimantan Barat (Sintang), Kalimantan Timur (Samarinda), Bali (Badung), Jawa Timur (Malang), Jawa Tengah (Kendal, Wonosobo), Banten (Cilengon), Sumatera Barat (Solok Selatan), dan Bengkulu (Rejang Lebong).
Keempat daerah yang dikategorikan pada daerah tertinggal yaitu Kabupaten Nabire, Pulau Morotai, Belu, dan Solok Selatang.
"Sedangkan pada kategori daerah perbatasan mencakup Kabupaten Alor, Kota Bitung, Kabupaten Nunukan dan Sintang. Sisanya merupakan daerah dengan kategori daerah pariwisata," katanya.
Medi berharap agar upaya yang dilakukan BNPB tersebut kemudian diikuti dan ditindaklanjuti oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pemangku kepentingan lainnya untuk meningkatkan pengurangan risiko bencana (PRB).
"Dalam konteks PRB pada potensi bahaya longsor, relokasi warga yang tinggal di daerah rawan merupakan salah satu upaya penanganan," paparnya.
Namun menurut Medi, upaya tersebut lebih sulit dilakukan karena resistensi dari aspek sosial, ekonomi, dan budaya dari warga, serta anggaran yang terbatas.
Oleh karenanya BNBP fokus pada 24 lokasi rawan bahaya gerakan tanah pada 2017 yang diwujudkan dalam penandatanganan kerjasama penerapan sistem peringatan dini.
Sementara itu, Pelaksana tugas Dekan Fakultas Teknik UGM Muhammad Waziz Wildan menyampaikan terima kasih atas dukungan dan kepercayaan BNPB terhadap penggunaan produk-produk riset antar dispilin di bidang bencana yang dibangun Fakultas Teknik UGM.
“Diharapkan inovasi teknologi di bidang kebencanaan terus dikembangkan dan dapat diaplikasikan di dalam dan luar negeri. UGM berencana akan membangun teaching industry yang mengintegrasikan inovasi teknologi hingga manufaktur,” tambah Wildan.
Data BNPB sepanjang 2016 menunjukkan bahwa bencana gerakan tanah atau longsor merupakan salah satu dari 3 bencana besar yang terjadi di Indonesia, setelah banjir dan angin puting beliung.
Bencana longsor merupakan bencana yang paling mematikan dengan jumlah korban jiwa yang ditimbulkan.
Sekitar 40 juta warga terpapar potensi bahaya longsor dengan kategori sedang hingga tinggi sehingga perlu prioritas penanganan pengurangan risiko bencana.