TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Khusus Hak Angket KPK DPR RI menyepakati agenda rapat Pansus akan dimulai dengan membahas tata kelola anggaran KPK termasuk mendalami laporan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait tujuh pelanggaran pengelolaan anggaran KPK pada tahun 2015.
"Tadi coba diidentifikasi dan jadi kewajiban masing anggota Pansus Angket KPK mendalaminya lebih jauh, dengan meminta mempelajari semua hasil audit," kata anggota Pansus Angket KPK, Arsul Sani, di Gedung Nusantara III DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (22/6/2017) malam.
"Baik audit keuangan, audit kinerja dan sebagainya yang dilaksanakan BPK terhadap KPK selama beberapa tahun terakhir ini," kata Arsul Sani.
Arsul menyampaikan alasan masalah tata kelola anggaran dijadikan agenda pembahasan pertama karena kesiapan laporan dan informasi terkait anggaran jauh lebih siap.
Dia menjelaskan kesiapan bahan dan informasi mengenai anggaran KPK lebih matang karena Pansus tidak ingin memunculkan keributan ketika apa yang dibahasnya masih bahan mentah.
"Terkait tata kelola anggaran dari sisi kesiapan bahan dan informasi itu lebih matang sehingga pertama dibahas. Kalau mentah nanti menjadi keributan lagi dan ramai lagi," terangnya.
Politisi PPP itu mengemukakan, Pansus Angket KPK telah menjadwalkan pemanggilan BPK untuk mendengarkan penjelasan auditor terkait laporan hasil pemeriksaan terhadap KPK pada tahun 2015 tersebut.
Selain BPK, kata Arsul, Pansus Angket KPK juga akan secara paralel memanggil Miryam S Haryani dan para pakar Hukum Tata Negara serta ahli Hukum Pidana pada masa sidang ini.
"Dalam Rapat Pansus juga dijadwalkan soal kehadiran Miryam kami jadwalkan kembali tapi juga dilaksanakan dalam sisa masa sidang ini bersamaan dengan mendengarkan penjelasan dari auditor BPK yang mengaudit KPK selama ini," katanya.
Dia juga mengatakan Pansus sedang mempertimbangkan mengundang pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara yang memiliki pandangan berbeda terkait masalah pembentukan Pansus Hak Angket KPK.
Menurut dia pandangan 120 akademisi yang disampaikan beberapa waktu lalu tetap dihormati sebagai tafsir atas kebenaran. Namun dia melihat pandangan itu bukan satu-satunya pendapat, pemahaman, juga bukan sebuah kebenaran.
"Namun tafsir kebenaran terbuka juga pada pendapat lain, tafsir lain, pemahaman lain. Contoh Prof Yusril (Yusril Ihza Mahendara--red) dan Prof. Jimly ( Jimly Asshiddiqie-red.)," ujarnya.
Dia membantah pemanggilan para pakar Hukum Tata Negara itu karena mereka sedang mengajukan uji materi terkait hak angket DPR.
Sumber: Antara