TRIBUNNEWS.COM - Mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, menjadi bintang utama Kongres Diaspora Indonesia di Jakarta, Sabtu (1/7/2017).
Penampilannya disambut amat meriah, apalagi ketika dia bicara tentang toleransi.
"Ayah tiri saya, dia Muslim, tapi dia hargai orang Hindu, Buddha, Kristen," kata Obama yang disambut tepuk tangan riuh dan sorak sorai sekitar 4.000 orang yang hadir, sebagaimana dilaporkan wartawan BBC Indonesia, Rafki Hidayat.
Toleransi menjadi salah satu topik utama pidato Obama lantaran di dunia dan Indonesia, "Ada peningkatan penolakan pada kelompok minoritas, diskriminasi yang berdasarkan etnis, dan agama."
Obama bercerita, sikap toleransi yang dilihat dari ayah tirinya, Lolo Soetoro, dan berbagai pengalaman masa kecilnya di Indonesia, menjadi pelajaran berharga baginya untuk "menghargai perbedaan".
"Dan ketika melihat Candi Borobudur yang merupakan candi Buddha, di tengah negara Muslim, Candi Prambanan yang Hindu dan dilindungi negara Muslim, wayang kulit dan Ramayana di negara Muslim, semangat Indonesia haruslah toleransi. Dan itu juga terlihat dari gereja dan mesjid yang bersebelahan," tutur Obama yang disambut kembali dengan sorakan penonton.
Menurut Obama, toleransi inilah "semangat dan karakter paling penting dari Indonesia yang harus ditiru negara Muslim di seluruh dunia. Bhinneka Tunggal Ika. Unity in Diversity."
'Tidak perlu khawatir dengan kepercayaan orang lain'
Meskipun begitu, Obama menyadari gelombang anti-toleransi dan diskriminasi sedang berkembang pesat di dunia.
Perkembangan teknologi dan internet disebutnya sebagai penyebab utama.
"Informasi instan yang menyebarkan berita buruk, membuat orang khawatir, sehingga mencari kemanan di tempat yang salah."
Dan muncullah apa yang disebut Obama sebagai 'nasionalisme yang salah', diskriminasi terhadap 'orang yang berbeda dari kita.'
Obama menekankan, "penting sekali bagi orang Indonesia dan Amerika untuk melawan politik 'saya versus mereka' itu."
Dia meminta anak muda Indonesia dan dunia untuk mempromosikan toleransi, karena jika tidak, dunia bisa akan berakhir dengan "perang dan hancurnya masyarakat."