Adapun Wakil Presiden Jusuf Kalla pada hari yang sama menyebut, pemindahan ibu kota baru sebatas proposal.
"Kajian itu banyak tahapannya... Ini baru proposal lah," ujar Kalla.
Keliru
Menurut sejarawan JJ Rizal, keliru bila Presiden Soekarno disebut ingin memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Palangkaraya pada 1957. Menurut dia, itu hanya pikiran selintas.
"Yang diinginkan Soekarno adalah membagi beban Jakarta, menampilkan wajah-wajah muka yang baru Indonesia tak hanya di Jakarta," ujar Rizal, Rabu (5/7/2017).
Palangkaraya, sebut Rizal, merupakan salah satu wajah muka—sebutan Soekarno untuk Jakarta—yang baru.
Kalaupun benar pernah ada keinginan memindahkan ibu kota, lanjut dia, pada akhirnya Soekarno berketetapan hati menjadikan Jakarta sebagai ibu kota.
"Buat Soekarno, tak ada kota lain yang punya identitas seperti Jakarta yang menjadi wadah tumbuhnya nasionalisme di Indonesia. Puncak nasionalisme di Indonesia itu di Jakarta. Inilah ibu kota politik, tak tergantikan. Ini orientasi baru Soekarno," ujar Rizal.
Apa dan siapa saja yang pindah?
Satu pertanyaan yang selalu turut muncul setiap kali wacana pemindahan ibu kota mencuat adalah, pemindahan ini hanya untuk ibu kota, ibu kota sekaligus pusat pemerintahan, atau hanya pusat pemerintahan?
Betul, Jakarta saat ini adalah ibu kota negara sekaligus pusat pemerintahan. Dalam banyak praktik pemerintahan, jamak sebuah negara memiliki ibu kota dan lokasi pusat pemerintahan yang berbeda.
Contoh terdekat dapat dilihat di "tetangga sebelah", Malaysia. Ibu kota Malaysia tetap Kuala Lumpur, tetapi pusat pemerintahannya berpindah ke Putrajaya.
Memang bukan hal aneh jika sebuah negara memisahkan lebih detail antara ibu kota, pusat pemerintahan, dan pusat bisnis. Konsep ini tidak seperti Jakarta yang segalanya “tumplek” di satu kota.
Misalnya, ibu kota dan pusat pemerintahan Amerika Serikat adalah Washington DC, tetapi pusat bisnisnya ada di New York dan Los Angeles.